Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan modalitas yang digunakan pasangan calon tunggal Hendrar Prihadi-Hevearita G. Rahayu pada Pilkada Kota Semarang tahun 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara, dokumentasi, dan pendekatan studi kasus untuk mendapatkan data dari informan. Dalam penelitian ini digunakan teori Pierre Bourdieu (1986) yang mana menurutnya seorang kontestan politik membutuhkan kelengkapan modal yaitu modal ekonomi, sosial, budaya, simbolik, dan politik. Temuan modalitas yang digunakan Hendrar Prihadi dan Hevearita G. Rahayu yaitu berangkat dari seorang organisatoris pasangan Hendi-Ita memulai karir politik dengan memilih PDI Perjuangan sebagai pintu masuk politiknya. Selama berkarir di dunia politik membuat pasangan calon tersebut memiliki jaringan politik yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi masa. Hendi-Ita melakukan interaksi dengan masyarakat menggunakan kampanye virtual box, blusukan, dan penyampaian program untuk menarik perhatian masyarakat. Selain itu pasangan Hendi-Ita juga didukung oleh sumbangan dana dari berbagai relawan dalam mendukung kampanye politiknya. Dengan berbekal latar belakang pendidikan tinggi yang ditempuh dan pengalaman organisasi yang dimiliki membuat pasangan Hendi-Ita memiliki kemampuan berhadapan dengan publik. Dengan kelengkapan modalitas yang dimiliki membuat pasangan Hendi-Ita mernjadi kandidat yang kuat. Dengan adanya aturan MK Nomor 100/PUU-XII/2015 membuat fenomena calon tunggal pertama terjadi di Kota Semarang, sehingga pasangan Hendi-Ita hanya melawan kotak kosong dalam Pilkada Kota Semarang tahun 2020.

ABSTRACT:
This paper aims to explain the modalities used by the single candidate pair Hendrar Prihadi-Hevearita G. Rahayu in the 2020 Semarang City Election. The method used in this research is a qualitative research method using interviews, documentation, and a case study approach to obtain data from informants . This research uses the theory of Pierre Bourdieu (1986) which according to him a political contestant needs complete capital, namely economic, social, cultural, symbolic, and political capital. The findings of the modality used by Hendrar Prihadi and Hevearita G. Rahayu are departing from an organizational partner, Hendi-Ita, who started their political career by choosing PDI Perjuangan as their political entry point. During their career in politics, the pair of candidates have a political network that can be used to mobilize the masses. Hendi-Ita interacts with the community using virtual box campaigns, blusukan, and program delivery to attract the public's attention. Apart from that, the Hendi-Ita pair was also supported by donations from various volunteers to support their political campaigns. Armed with their higher educational background and organizational experience, the Hendi-Ita pair have the ability to deal with the public. With the completeness of the modalities that are owned, the Hendi-Ita pair is a strong candidate. With the Constitutional Court Rule Number 100/PUU-XII/2015, the phenomenon of the first single candidate occurred in Semarang City, so that the Hendi-Ita pair only fought empty squares in the 2020 Semarang City Pilkada