Dataran Tinggi Dieng merupakan wilayah yang memiliki ketinggian lebih dari 2000 mdpl sekaligus yang menyandang gelar sebagai dataran tertinggi di Indonesia. Sebagai dataran tertinggi sudah seharusnya Dieng ini memiliki awal waktu berbuka dan imsak sendiri. Karena, jika mengikuti sistem semakin tinggi suatu tempat, maka semakin rendah pula ufuknya, dan semakin rendah ufuk suatu tempat, semakin lambat pula awal waktu shalatnya.
Dengan mengikuti sistem tersebut seharusnya dapat pula diterapkan pada wilayah yang memiliki ketinggian yang signifikan seperti gunung atau dataran tinggi. Dan dalam kesempatan kali ini target yang menjadi objek penelitian ialah dataran tinggi, yang mana merupakan dataran tertinggi di Indonesia yakni Dataran Tinggi Dieng.
Penelitian ini akan membahas : 1) Bagaimana implementasi awal waktu berbuka dan imsak berdasarkan ketinggian di Dieng? 2) Apa alasan tidak diterapkannya awal waktu berbuka dan imsak yang berbeda untuk wilayah Dieng Wonosobo?
Penelitian dalam studi kasus ini ialah penelitian kualitatif dan kuantitatif yang merupakan metode yang sifatnya berupa pendapat ataupun materi yang mana dapat berupa motivasi, alasan atau pendapat masyarakat dari sebuah penelitian dan juga perhitungan data, yang akan disimpulkan dalam bentuk hipotesis atau teori
penelitian ini menghasilkan dua temuan yakni, 1) Data observasi perhitungan awal waktu berbuka dan imsak, tanggapan penduduk di Dieng terkait waktu shalat mereka dan juga awal waktu berbuka dan imsak. 2) banyaknya problematika yang menjadi alasan tidak diterapkannya awal waktu berbuka dan imsak khusus.