Kajian ini berpusat pada empat manuskrip Al-Qur’an milik masyarakat Gogodalem. Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam kajian ini, yakni filologi, resepsi sastra, dan sosiologi agama. Penggunaan tiga pendekatan ini untuk mengetahui, bukan hanya aspek pernaskahannya, melainkan juga implikasi kehadiran naskah bagi masyarakat pemiliknya. Empat manuskrip yang disebut dengan Mushaf Blawong sendiri termasuk dalam naskah-naskah kuno Nusantara yang belum banyak dikaji secara ilmiah. Aplikasi pendekatan filologi menunjukkan bahwa keempat manuskrip yang ada bukan berasal dari masa Mbah Jamaluddin hidup, sebagaimana klaim kepercayaan yang ada, melainkan datang dari masa yang lebih muda. Hasil ini didasarkan pada penggunaan alas manuskrip dan gaya kepenulisan teks dalam naskah. Interpretasi sejarah naskah mengindikasikan adanya kecenderungan asal naskah dari lingkungan keraton Surakarta. Deskripsi naskah menunjukkan bahwa rasm yang digunakan adalah campuran dengan qiraah mengikuti Imam Hafs serta model tetumbuhan (floral) dalam iluminasinya. Pendekatan resepsi sastra mendapati adanya perubahan penerimaan dari pembaca yang berimplikasi pada modifikasi tradisi. Ragam resepsi yang dijumpai dalam tradisi pembacaan Mushaf Blawong tergolong dalam model fungsional atau sosio-kultural. Sementara pendekatan sosiologi agama menunjukkan adanya simbolisme Mushaf Blawong bagi masyarakat Gogodalem. Simbolisme ini terlihat dari kultus terhadap Mushaf Blawong yang merujuk pada keberadaan penulisnya serta berimplikasi pada aneka ragam ritual keagamaan yang dilakukan.
 
ABSTRACT:
This study focuses on four Quranic manuscripts belong to Gogodalem society. There are three approaches used in this study, philology, literature reception, and sociology of religion. The use of these three approaches aims to find out, not only the scripture aspect, but also the implications of manuscript presence for the community as the owner. Four manuscripts called Mushaf Blawong are part of ancient manuscripts that have not been widely studied scientifically. The application of the philological approach suggests that four existing manuscripts do not come from Syaikh Jamaluddin era, as community belief, but the later one. The result is based on the use of manuscript paper and the style of the text writing. The historical interpretation indicates that the origin of the manuscript is from the Surakarta palace. The description of the manuscript shows that rasm used is a mixture between ‘us\mani and imla’i, while qira’ah is following Imam Hafs and floral model in its illumination. The literary reception approach found a change in acceptance from the reader that had implications for the modification of tradition. The variety of receptions found in the reading tradition of Mushaf Blawong belongs to the functional or socio-cultural model. Meanwhile, the sociological approach of religion shows the symbolism of Mushaf Blawong for the people of Gogodalem. This symbolism can be seen from the cult of Mushaf Blawong which refers to the existence of its author and has implications for the various religious rituals performed.