Tunagrahita merupakan seseorang yang memiliki kecerdasan di bawah normal sehingga akan sukar dalam interaksi dengan orang lain. Mengenai perkawinan difabel tunagrahita menurut Imam Nawawi yang sependapat dengan dengan Syafi’i, karena pernikahan juga berkaitan dengan akad, maka akad yang dilakukan oleh penderita difabel tunagrahita batal, jika tidak mendapatkan izin dari walinya. Sedangkan menurut Jumhur Ulama Ushul Fiqh difabel tunagrahita tidak dapat menerima pembebanan hukum taklif. Sebab tunagrahita tidak mempunyai kepantasan untuk disebut mahkum alaih. Namun pada kenyataanya ada praktik perkawinan difabel tunagrahita terjadi di Komunitas Difabel Blora Mustika (DBM). DBM merupakan oraganisasi satu-satunya yang menaungi penyandang disabilitas di kabupaten Blora. Melihat penyandang tunagrahita sendiri tidak dapat mengurus kepentingan dan kebutuhan mereka lalu, jika tunagrahita menikah bagaimana pemenun tanggung jawab seperti hak dan kewajiban.
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah (1). bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan difabel tunagrahita di Komunitas DBM? (2). Bagaimana hukum Islam terhadap pemenuhan hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan difabel tunagrahita pada komunitas DBM. Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1). untuk mengetahui lebih rinci tentang pemenuhan hak dan kewajiban suami istri difabel tunagrahita pada komunitas DBM. (2). Untuk mengetahui bagaimana tinjaun hukum Islam terhadap pemenuhan hak dan kewajiban suami istri dalam perkawinan tunagrahita pada komunitas DBM. Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan jenis data kualitatif dan pendekatan sosiologi hukum. Untuk mengetahui secara dalam dan menyeluruh, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi dengan sumber dan bahan ata yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Selanjutkan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data adalah deskriptif kualitatif.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, (1) pemenuhan hak dan kewajiban suami istri difabel tunagrahita di komunitas DBM, dalam pelaksanaannya sama pada orang normal dan dapat dikatakan sesuai dan terpenuhi. Akan tetapi untuk menjaga keutuhan keluarga pada pasangan difabel tunagrahita lebih susah, mengingat kondisi tunagrahita sendiri. maka perlu adanya penambahan tentang sikap rasa sabar, saling perhatian, saling memahami, saling mengerti. (2). Pada dasarnya hukum islam tidak melarang perkawinan difabel tunagrahita jika memenuhi syarat adanya izin dari wali, sebab akad yang dilakukan oleh seorang difabel tunagrahita (maghlub ala aqlihi). Dimana difabel tunagrahita tidak dapat dibebani hukum taklifi khususnya ahliyyah al-ada’ karena jika suami istri mengalami difabel tunagrahita dilihat dari akal tidak mampu untuk memimpin atau menjaga rumah tangganya secara baik. Dari hasil penelitian suami normal masih dibebani kewajiban sedangkan istri tunagrahita tidak dibebani hukum, maka istri dalam menjalankan kewajiban dibolehkan adanya bantuan, perhatian dari keluarga.