Perkawinan beda agama merupakan perkawinan yang dilakukan oleh orang yang berlainan agama atau berbeda keyakinan. Secara yuridis formal, perkawinan beda agama di Indonesia diatur dalam Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 40 dan 44 KHI. Penelitian Skripsi ini membahas tentang putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby tentang perkawinan beda agama, namun norma hukum yang ada dalam Undang-Undang dan KHI melarang pernikahan beda agama sehingga pernikahan ini menarik dibahas, karena ada perbedaan antara hukum dalam Undang-Undang dengan praktik realitas implementasi yang ada di masyarakat.
Penulis memfokuskan kajian dalam skripsi ini, dengan berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka permasalahanya dapat dirumuskan sebagai berikut: pertama, bagaimana tinjauan hukum positif terhadap dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby tentang perkawinan beda agama? kedua bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby tentang perkawinan beda agama?
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian dokumen (Library Research) dengan pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan dokumentasi. Yang kemudian dari data yang sudah terkumpul dianalisis menggunakan teknik deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian skripsi ini adalah pernikahan beda agama berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 40 dan 44 KHI. bahwa setiap perkawinan yang dilaksanakan dalam wilayah hukum Indonesia harus dilaksanakan dalam satu jalur agama, tidak boleh dilangsungkan perkawinan masing-masing agama, Berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 221 telah melarang pernikahan antara orang yang beragama Islam dengan orang yang tidak beragama Islam, dalam kategori musyrik/musyrikah. Sedangkan dalam Surat Al-Maidah ayat 5 membolehkan seorang pria muslim menikah dengan seorang wanita ahlul kitab, namun pernikahan pria muslim dengan wanita ahlul kitab hanyalah suatu perbuatan yang dihukumi mubah, tetapi bukan anjuran apalagi perintah, dan jika terjadi maka hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Seperti yang terjadi pada putusan Pengadilan Negeri Surabaya nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby.