Perceraian mempunyai akibat hukum bagi mantan isteri berupa nafkah iddah, nafkah mut’ah dan nafkah madhiyah yang belum terselesaikan. Tapi di dalam cerai gugat banyak sekali hak-hak tersebut tidak dapat di peroleh yang memang karena secara regulasi tidak secara jelas mengatur tentang pemberian nafkah iddah dan mut’ah. Dalam hal ini muncul beberapa regulasi diantaranya adalah SEMA No. 3 Tahun 2018 tentang pemberian nafkah iddah dan mut’ah pada cerai gugat dan diberlakukan oleh SEMA No. 2 Tahun 2019 untuk melindungi perempuan dalam perkawinan terutama pada cerai gugat. Dalam undang-undang perkawinan tidak diberikan secara jelas. Namun dalam pelaksanaannya masih belum dapat terimplementasi diantaranya juga terjadi di Pengadilan Agama Batang. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji: 1). Implementasi pemenuhakan nafkah iddah dan mut’ah bagi perempuan dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Batang 2). Problematika implementasi pemenuhakan nafkah iddah dan mut’ah bagi perempuan dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Batang.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis-empiris untuk mengetahui pemberlakuan peraturan hukum yang ada di masyarakat. Dalam hal ini adalah pemenuhan nafkah iddah dan mut’ah bagi mantan isteri. Adapun sumber data primernya adalah informasi dari hakim dan analisis perkara Pengadilan Agama Batang dan diperkuat dengan data sekundernya yang terdiri dari putusan-putusan dari tahun 2020-2022 dan di dukung dengan bahan-bahan yang lain. Metode pengumpulan data melalui wawancata terhadap narasumber dan dokumentasi, dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis derskripsi.
Hasil penelitian ini menunjakkan bahwa: 1). Pemenuhan nafkah iddah dan mut’ah bagi perempuan dalam cerai gugat di Pengadilan Agama Batang yang di atur dalam SEMA No. 3 Tahun 2018 dan diberlakukan oleh SEMA No. 2 Tahun 2019 belum terlaksana di Pengadilan Agama Batang. 2). Problematika implementasi pemenuhan nafkah iddah dan mut’ah di Pengadilan Batang adalah pertama, minimnya sosialisasi dari pengadilan terkait edaran-edaran terbaru dari mahkamah agung kepada masyarakat yang menyebabkan minimnya
pengetahuan masyarakat. Kedua, tidak adanya tuntutan dari pihak Penggugat yang meminta hak-haknya untuk mendapatkan hak nafkah iddah dan mut’ah didalam gugatannya, sedangkan hakim Pengadilan Agama Batang sepakat jika pihak Penggugat tidak meminta hak-haknya maka Hakim tidak bisa serta merta tiba-tiba mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut dengan alasan pelanggaran asas ultra petitum. Ketiga, Tergugat sering kali tidak hadir dalam persidangan dengan begitu putusan dijatuhkan tanpa kehadiran tergugat (putusan verstek). Keempat, adanya keinginan mempercepat perceraian dan kelima, sanksi yang kurang tegas diberikan kepada tergugat.