Jual beli yang sesuai dengan syariat Islam adalah jual beli yang tidak mengandung unsur penipuan, riba, dan juga hal yang dapat mengakibatkan kerugian dari pihak lain, baik bagi pihak penjual maupun pihak pembeli. Jual beli barang yang harus dijual belikan adalah harus milik sendiri atau mendapatkan izin dari pemiliknya untuk dijual, sehingga jual beli memiliki keterkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Salah satu fenomena yang cukup menarik perhatian yaitu fenomena praktik penjualan produk tiruan seperti produk helm tiruan.
Masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana praktik jual beli helm tiruan di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus?, 2) Bagaimana tinjauan hukum Islam dan hukum positif terhadap praktik jual beli helm tiruan di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus?
Jenis penelitian ini termasuk penelitian normatif empiris, sedangkan pendekatannya adalah yuridis empiris. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, obervasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1) Praktik jual beli helm tiruan yang terjadi di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus telah memenuhi unsur perjanjian jual beli serta rukun, syarat dan objek barang dalam muamalah, maka praktik jual beli helm tiruan yang terjadi di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus adalah boleh (mubah). 2) Analisa hukum Islam terhadap jual beli helm tiruan di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus telah memenuhi unsur jual beli dan diperbolehkan, karena melakukan jual beli tanpa adanya paksaan melainkan dengan adanya rasa suka sama suka (saling rida) tanpa adanya unsur penipuan, serta penjual melayani pembeli secara baik dan tidak diskriminatif. Sedangkan menurut hukum positif, helm tiruan yang diperjualbelikan di Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus belum mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, karena merek helm yang digunakan transaksi merupakan merek yang sudah terdaftar dan terkenal.

ABSTRACT:
Buying and selling in accordance with Islamic law is buying and selling that does not contain elements of fraud, usury, and also things that can cause losses to other parties, both for the seller and the buyer. Buying and selling of goods that must be bought and sold must be owned by themselves or get permission from the owner to be sold, so buying and selling is related to Intellectual Property Rights (IPR). One phenomenon that is quite interesting is the practice of selling counterfeit products such as counterfeit helmet products.
The issues that are the focus of this research are: 1) What is the practice of buying and selling fake helmets in Kota District, Kudus Regency?, 2) What is the review of Islamic law and positive law on the practice of buying and selling fake helmets in Kota District, Kudus Regency?
This type of research includes empirical normative research, while the approach is empirical juridical. Data collection methods used are interviews, observation and documentation.
The results of this study can be concluded that: 1) The practice of buying and selling fake helmets that occurred in Kota District, Kudus Regency has fulfilled the elements of the sale and purchase agreement and the pillars, terms and objects of goods in muamalah, then the practice of buying and selling fake helmets that occurs in Kota District, Kudus Regency is permissible (mubah). 2) Islamic law analysis of the buying and selling of counterfeit helmets in Kota District, Kudus Regency has fulfilled the elements of buying and selling and is permissible, because buying and selling without coercion but with mutual consent (mutual pleasure) without any element of fraud, and the seller serves buyers in a good and non-discriminatory manner. Meanwhile, according to positive law, imitation helmets that are traded in Kota District, Kudus Regency have not yet obtained permission from the Directorate General of Intellectual Property Rights, because the helmet brand used in the transaction is a registered and well-known brand.