Penelitian ini dilatarbelakangi oleh: pertama, pengetahuan empat etnis masyarakat Sulawesi dalam menentukan dan menerapkan sistem penentuan waktu secara individu dan sosial, merupakan pengetahuan tradisional yang telah diwariskan oleh orang-orang terdahulu sampai kepada masyarakat saat ini. Oleh karena itu, pengetahuan tradisional tersebut memiliki potensi untuk direlevensikan dan dikembangkan melalui keberadaan ilmu pengetahuan di era modern ini. Kedua, pengetahuan tradisional empat etnis masyarakat Sulawesi memiliki integrasi dengan ‘sistem penanggalan’ sebagai salah satu ruang lingkup ilmu astronomi. Berdasarkan hal tersebut, perlu untuk ditelaah secara mendalam sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi, apabila ditinjau dalam perspektif astronomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi dengan dua rumusan masalah, yaitu: 1) Bagaimana sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi; dan 2) Bagaimana sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi perspektif astronomi?.
Jenis dan pendekatan penelitian ini adalah kualitatif- kepustakaan dengan pendekatan astronomi. Sumber data berasal dari hasil wawancara berupa data-data terkait sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi, serta karya lain yang relevan. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari hasil wawancara dan data kepustakaan berupa jurnal, tesis, dan literatur lainnya yang relevan dengan cara menganalisis tentang masalah yang menjadi fokus penelitian. Analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan.

Penelitian ini menyimpulkan, pertama, sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi meliputi etnis Bugis-Makassar, Mandar, dan Toraja merupakan sistem pengorganisasian waktu yang didasarkan pada peredaran benda-benda langit, seperti matahari dan bulan. Selain itu, sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi juga memiliki mekanisme yang khas terkait sistem penanggalan sebagaimana kekhasan dari masing-masing etnis masyarakat. Dalam penerapannya, sistem penanggalan empat etnis masyarakat Sulawesi berguna sebagai penanda peristiwa penting dan untuk menentukan/memilih waktu-waktu terbaik dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, baik secara individu maupun dalam lingkup masyarakat. Kedua, sistem penanggalan Bugis-Makassar memenuhi unsur-unsur standar kelayakan ‘sistem penanggalan’ perspektif astronomi. Akan tetapi, dalam penelitian ini ditemukan beberapa ketidaksesuaian dalam sistem penanggalan Bugis-Makassar apabila direlevensikan dengan sistem penanggalan Masehi. Salah satu diantaranya adalah terdapat deviasi yang cukup signifikan dalam metode penetapan awal tahun dalam sistem penanggalan Bugis-Makassar yakni, 1 Sarawanai tidak selalu bertepatan dengan 16 Mei dalam sistem penanggalan Masehi. Oleh karena itu, metode penetapan 1 Sarawanai dalam sistem penanggalan Bugis-Makassar tidak dapat menjadikan 16 Mei sebagai patokan awal permulaan tahun untuk menyusun pola perhitungan sistem penanggalan Bugis-Makassar disetiap tahunnya. Berbeda halnya dengan sistem penanggalan Mandar dan Toraja yang tidak memenuhi standar kelayakan dari ‘sistem penanggalan’ berdasarkan perspektif astronomi. Hal ini dikarenakan, pada konsep, mekanisme, dan dalam penerapan sistem penanggalan masyarakat etnis Mandar dan Toraja, hanya merujuk pada sistem penanggalan yang telah ada secara umum, seperti sistem penanggalan Masehi dan Hijriah.