Individu yang memiliki pasangan disabilitas secara umum akan merasakan stress psikologis karena situasi sulit harus memiliki beban ganda seperti merawat pasangan dengan kondisi disabilitas, merawat anak, menanggung beban finansial untuk biaya pengobatan dan untuk memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga. Kondisi inilah yang akan membuat keharmonisan keluarga terganggu. Untuk mengatasi perasaan stress perlu adanya penerimaan diri. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui penerimaan diri terhadap pasangan disabilitas di Majelis Pengajian Difabel Semarang. 2) mengetahui bagaimana relevansi penerimaan diri dengan keharmonisan keluarga terhadap pasangan disabilitas di Majelis Pengajian Difabel Semarang. 3) mengetahui analisis bimbingan konseling keluarga Islam terhadap relevansi penerimaan diri terhadap pasangan disabilitas dengan keharmonisan keluarga di Majelis Pengajian Difabel Semarang. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif deskriptif dengan melibatkan 4 informan individu yang memiliki pasangan disabilitas yang tergabung di Majelis Pengajian Difabel Semarang dengan kriteria disabilitas setelah menikah, pendidikan tinggi dan rendah, ekonomi tinggi dan rendah, serta usia pernikahan minimal 10 tahun, penyandang disabilitas dan pengurus MPD. Teknik pengumpulan data dengan metode observasi, wawancara, dokumentasi. Sedangkan metode analisis data menggunakan model Milles dan Huberman, melalui tiga tahap dalam analisis data kualitatif 1) reduksi data. 2) penyajian data. 3) kesimpulan. Penelitian ini memiliki hasil sebagai berikut: Pertama, keempat subyek yang dapat mempertahankan rumah tangganya dengan pasangan yang disabilitas memiliki kriteria-kriteria sebagai pasangan yang memiliki penerimaan diri yang baik. Hal ini berdasarkan pandangan mereka terkait dengan lima indikator penerimaan diri menurut Johnson David, diantaranya (1) menerima diri sendiri apa (2) tidak menolak diri sendiri (3) memiliki keyakinan untuk mencintai diri (4) menyakini kesempurnaan bukan jalan untuk bahagia (5) memiliki keyakinan untuk menghasilkan kerja yang bermanfaat. Kedua, kenyataan bahwa mereka keluarga harmonis apabila dikaitkan dengan penerimaan diri mereka maka sangat relevan. Kondisi ini ditandai dengan adanya kehidupan beragama dalam keluarga, memiliki waktu bersama keluarga, hubungan yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai, hubungan yang erat dalam keluarga, dan menjaga keutuhan keluarga. Ketiga, bimbingan konseling keluarga Islam sangat penting dihadirkan dalam pelayanan konseling keluarga disabilitas yang dalam pelaksanaannya dibutuhkan asas-asas bimbingan dan konseling pernikahan seperti asas kebahagiaan dunia dan akhirat, asas sakinah mawaddah wa rahmah, asas komunikasi & musyawarah dan asas sabar & tawakal sebagai landasan yang dijadikan pedoman yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits sehingga bisa membawa hubungan keluarga menjadi kembali harmonis.