Bulan sabit sebagai acuan penentuan utara sejati untuk pengukuran arah kiblat
Mahmudah, Yumna Nur (2023) Bulan sabit sebagai acuan penentuan utara sejati untuk pengukuran arah kiblat. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Tesis_2102048017_Yumna_Nur_Mahmudah.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (4MB)
Abstract
Syarat sah dalam menjalankan salat salah satunya dengan menghadap ke kiblat, mengusahakan dalam menghadap kiblat merupakan hal yang perlu dilakukan bagi setiap muslim, tak terkecuali para survival yang berada dalam keadaan terhimpit atau dalam keadaan sulit dalam menentukan arah. Metode Bulan sabit (crescent metode) merupakan metode yang sedang dikembangkan oleh pegiat survival dalam menentukan arah, khususnya arah utara sejati. Dapatkah arah utara sejati yang dihasilkan oleh Bulan sabit dapat diaplikasikan dalam arah kiblat?. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan; 1) bagaimana penentuan arah utara sejati dengan metode Bulan sabit?, 2) bagaimana keakuratan metode Bulan sabit untuk penentuan arah utara sejati dan penerapannya dalam menghitung arah kiblat?. permasalah itu akan dibahas dalam pengamatan secara langsung melalui studi lapangan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian lapangan atau field research, dengan melakukan observasi untuk mengumpulkan data primer. Data sekunder diperoleh dari buku dan jurnal yang berhubungan langsung terkait metode Bulan sabit. Teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif, yakni dengan menggambarkan hasil penelitian dari metode Bulan sabit kemudian divalidasi dengan metode penentuan arah dengan Matahari, dalam penelitian ini menggunakan alat bantu theodolite.
Kajian ini menunjukan bahwa; 1) pengamatan pada Bulan sabit pada fase waxing crescent, baik dilakukan pada ketinggian lebih dari 15˚ atau kurang mendapatkan hasil yang lebih cerah dan lebih mudah dalam mengamatinya, namun jika terlalu dekat dengan ufuk maka perbukaan Bulan tampak lebih membesar. Pada fase wanning crescent baik pada ketinggian lebih dari 15˚ atau kurang, menghasilkan waktu pengamatan yang sebentar, namun dapat diamati sebelum Matahari terbit, apabila Bulan terlalu tinggi maka cahaya Bulan yang membentuk sabit tidak dapat diamati, sehingga untuk dapat mengamati lebih baik pada ketinggian yang masih kurang dari 15˚. 2) keakuratan metode Bulan sabit untuk digunakan sebagai penentu arah yang diaplikasikan dalam pengukuran arah kiblat masih dikatakan kurang akurat ketika pengamatan dilakukan pada fase Bulan sabit di awal bulan (waxing crescent), dan masih dikatakan akurat saat pengukuran dilakukan pada fase Bulan sabit akhir bulan (wanning crescent). Deviasi yang diperoleh telah digolongkan pada pada pengelompokan kemelencengan pengukuran arah kiblat menurut Slamet Hambali.
ABSTRACT:
One of the valid requirements for praying is facing the Qibla. Trying to face the Qibla is something that needs to be done for every Muslim, including survivalists who are in a tight situation or find it difficult to determine direction. The crescent method is a method being developed by survival activists to determine direction, especially true north. Can the true north direction produced by the crescent Moon be applied to the direction of the Qibla? This study is intended to answer the question; 1) how is true north determined using the crescent moon method?, 2) how accurate is the crescent moon method for determining true north and its application in calculating the Qibla direction? This problem will be discussed in direct observation through field studies. This research uses field research methods, by conducting observations to collect primary data. Secondary data was obtained from books and journals that are directly related to the Crescent Moon method. The data analysis technique uses a descriptive analysis method, namely by describing the research results from the crescent moon method and then validating it using the method of determining direction with the Sun, in this research using a theodolite tool.
This study shows that; 1) Observation of the crescent Moon in the waxing crescent phase, whether carried out at a height of more than 15˚ or less, will produce brighter results and make it easier to observe, but if it is too close to the horizon then the Moon's aperture will appear larger. In the waning crescent phase, whether at a height of more than 15˚ or less, the observation time is short, but it can be observed before the Sun rises, if the Moon is too high then the Moon's light which forms a crescent cannot be observed, so it is better to observe at a higher altitude. still less than 15˚. 2) the accuracy of the crescent moon method for use as a direction determiner applied in measuring the Qibla direction is still said to be less accurate when observations are made in the crescent moon phase at the beginning of the month (waxing crescent), and is still said to be accurate when measurements are made in the crescent moon phase at the end of the month ( waning crescent). The deviation obtained has been classified into the grouping of deviations in Qibla direction measurements according to Slamet Hambali.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Metode bulan sabit; Arah kiblat; Utara sejati |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.26 Islam and secular disciplines > 297.265 Islam and natural science (Incl. Islamic Astronomy/Ilmu Falak) |
Divisions: | Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 50102 - Ilmu Falak (S2) |
Depositing User: | Miswan Miswan |
Date Deposited: | 21 Oct 2024 01:39 |
Last Modified: | 21 Oct 2024 01:39 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/24685 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year