Nalar multikulturalisme Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri dan implikasinya terhadap dakwah Islam Nusantara

Muhyiddin, Ahmad Shofi (2023) Nalar multikulturalisme Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri dan implikasinya terhadap dakwah Islam Nusantara. Dr/PhD thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Disertasi_1600039019_Ahmad_Shofi_Muhyiddin] Text (Disertasi_1600039019_Ahmad_Shofi_Muhyiddin)
Disertasi_1600039019_Ahmad_Shofi_Muhyiddin.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (4MB)

Abstract

Multikulturalisme, sebagai pemikiran yang menjunjung tinggi keragaman agama dan budaya manusia, menjadi lebih menarik ketika datang dari tokoh kiai tradisionalis karismatik. Multikulturalisme sering ditolak oleh beberapa kiai tradisionalis, namun tidak demikian halnya dengan sosok kiai kharismatik seperti Gus Mus. Gus Mus adalah sosok pembela multikulturalisme yang aktif berpartisipasi menyebarkan paham memanusiakan manusia melintasi batas budaya dan agama. Mencermati fenomena tersebut, disertasi ini berfokus pada pemikiran Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri tentang multikulturalisme.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana eksistensi pemikiran Gus Mus tentang multikulturalisme?, (2) Bagaimana metode penalaran dan konstruksi sosial multikulturalisme Gus Mus?, dan (3) Bagaimana formulasi dakwah Islam Nusantara perspektif multikulturalisme Gus Mus?. Data dan informasi penelitian didapatkan dari wawancara tidak terstruktur dan studi kepustakaan. Jenis penelitian ini adalah studi tokoh yang bersifat deskriptif-analisis-interpretatif. Data yang terkumpul dideskripsikan dengan menggunakan analisis taksonomi. Setelah itu, data diolah dan dianalisa dengan analisis sosiologi pengetahuan dengan pendekatan filosofis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, Eksistensi pemikiran multikulturalisme Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri tentang multikulturalisme bersumber dari konstruk sosiologis lingkungannya berupa pemikiran tawassuṭ, itidāl, tawāzun, tasāmuh dan amr ma’ruf nahi munkar jam'iyah NU, konstruk sosiologis keluarganya berupa pemikiran politik kemanusiaan dan kebangsaan Kiai Bisri dan Gus Cholil, dan konstruk sosiologis teman sebaya berupa pemikiran Islam Kosmopolitan Gus Dur. Konstruksi sosiologis ini membentuk multikulturalisme Gus Mus dalam berbagai bentuk di antaranya (1) menghadirkan akhlak nabi Muhammad Saw. yang raḥmatan li al-'ālamīn (2) memanusiakan manusia, serta (3) menjaga rumah keberagaman. Kedua, metode penalaran multikulturalisme Gus Mus merupakan bagian dari metode moderasi ahl al-Sunnah wa al-jamāʻah al-nahḍīyah, metode maqāṣid al-syarī’ah, dan metode takhalluq bi akhlāqillāh. Menurut metode tersebut, Multikulturalisme Gus Mus dapat diklasifikasikan menjadi (1) nalar bayāni-moderatif dan 'irfāni-akhlaki (2) nalar irfāni-iṣtiṣlāḥi dan bayāni-burhāni-maqāṣidi, kemudian (3) nalar bayāni-ta'līli dan 'irfāni-moderatif. Konstruksi sosial Multikulturalisme Gus Mus diinternalisasi oleh lingkungan, keluarga, dan teman sebayanya. Gus Mus melakukan objektivasi atau interaksi diri dengan realitas sosial-multikultural melalui relasi persaudaraan universal (ukhuwwah Islāmiyah, ukhuwwah waṭaniyah dan ukhuwwah basyariyah/insāniyah). Prinsip-prinsip tersebut secara bertahap diinstitusionalisasikan melalui Taman Pelajar Islam (Ponpes Roudlatul Thalibin), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Yayasan MataAir, Yayasan Al-Ibriz, gusmus.net, dan GusMus Channel (You Tube, Facebook, Twitter dan Instagram). Eksternalisasi multikulturalisme Gus Mus dilakukan dalam ruang budaya dengan mengadopsi segala perubahan yang terjadi di pesantren, politik, dan media sosial. Ketiga, dakwah Islam Nusantara dalam perspektif multikulturalisme Gus Mus memiliki prinsip merawat semangat multikulturalisme, dialektika dengan budaya lokal, menghindari ekstrimisme beragama dan juga memperjuangkan hak kemanusiaan. Format epistemologis dakwah Islam Nusantara meliputi dakwah yang bersumber dari Naṣ, Anfus dan Āfāq. Metode ilmiah bersifat sistemik dan reflektif. Validitas dibangun dalam model korespondensi dan solutif-pragmatis. Sedangkan karakteristiknya ilmiah-dinamis-humanis dan ditujukan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia secara keseluruhan. Terakhir, produk dakwah Islam Nusantara dapat dilihat dari beberapa model dakwah diantaranya dakwah akomodatif, maqāṣidiyyah dan humanisme-spiritual.
Model dakwah Islam Nusantara yang didasarkan pada pemahaman terhadap pemikiran multikulturalisme Gus Mus masih belum kuat untuk disebut sebagai teori baru dalam dunia akademik. Maka dari itu, sangat diperlukan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dengan memfokuskan pada pemikiran multikulturalisme dari tokoh Nusantara lainnya, khususnya dari kiai pesantren sehingga dapat ditemukan titik temu konsepsi multikuturalisme antar tokoh kiai lainnya. Setidaknya agar masyarakat bisa belajar dari sumber ulama bahwa Islam dan multikulturalisme merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

ABSTRACT:
Multiculturalism, as the existing thought which places highly appreciation on the human religion and culture diversity becomes more interesting when it comes from charismatic traditionalist figure kiai. Multiculturalism is often rejected by several traditionalist kiai, however it does not prevail to charismatic kiai figure such Gus Mus. Gus Mus is a multiculturalism defender figure who is actively participating in spreading the notion of humanizing human crossing the cultural and religion boundaries. Considering phenomena above, this dissertation focused on Dr (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri thought on multiculturalism.
The following research questions proposed consisting are (1) How is the existence of Gus Mus's thoughts about multiculturalism?, (2) How is the method of logics and social construction of Gus Mus's multiculturalism?, and (3) How is the formulation of da’wa Islam Nusantara the perspective of Gus Mus's multiculturalism?. In order to collecting data, in depth interview unstructured and literature study were systematically conducted. This dissertation is descriptive, analytical, and interpretive figurative study. Data gathered was described through taxonomy analysis followed by processing data according to sociological analysis of knowledge with a philosophical approach.
The results showed that: First, the existence of multiculturalism thought Dr. (HC). KH. Ahmad Mustofa Bisri about multiculturalism comes from his environmental sociological construct in the form of tawassuṭ, itidāl, tawāzun, tasāmuh and amr ma'ruf nahi munkar jam'iyah NU, then comes from his family's sociological construct in the form of humanitarian and national political thought of Kiai Bisri and Gus Cholil, and comes from the sociological construct of peers in the form of Gus Dur's Cosmopolitan Islamic thought. This sociological construction formed multiculturalism Gus Mus in many forms including (1) presenting prophet Muhammad SAW moral values raḥmatan li al-'ālamīn (2) humanizing human, and also (3) preserving the house of diversity. Second, Gus Mus's method of multiculturalism logic was part of the moderation method ahl al-Sunnah wa al-jamāʻah al-nahḍīyah, maqāṣid al-syarī’ah, and takhalluq bi akhlāqillāh. According these methods, Multiculturalism Gus Mus could be classified as (1) bayāni-moderatif and ‘irfāni-akhlaki logic (2) irfāni-iṣtiṣlāhi and bayāni-burhāni-maqāṣidi logic, then (3) bayāni-ta’līli and ‘irfāni-moderatif logic. The social construction of Multiculturalism Gus Mus was internalized by his environment, family, and his peers. Gus Mus objectifies or interacts with social-multicultural reality through universal fraternal relations (ukhuwwah Islāmiyah, ukhuwwah waṭaniyah and ukhuwwah basyariyah/insāniyah). Those principles were gradually institutionalized through Taman Pelajar Islam (Ponpes Roudlatul Thalibin), National Awakening Party (PKB), MataAir Foundation, Yayasan Al-Ibriz, gusmus.net, and GusMus Channel (You Tube, Facebook, Twitter dan Instagram). Externalizing multiculturalism Gus Mus was conducted in cultural space by adopting any changes which prevails in pesantren, politics, and social media. Third, the da’wa of Islam Nusantara on Gus Mus multiculturalism perspective has the principle of caring for the spirit of multiculturalism, dialectic with local culture, avoiding religious extremism and struggling for humanity as well. The epistemological format of da'wa Islam Nusantara covering da’wa derived from Naṣ, Anfus and Āfāq. The scientific method was systemic and reflective. The validity was built in correspondence model and solutive-pragmatic. While its characteristics are scientific-dynamic-humanist and aimed to benefit all human as whole. Lastly, da’wa Islam Nusantara product could be seen from several da’wa models including accommodative, maqāṣidiyyah and humanism-spiritual da’wa.
The da'wa Islam Nusantara model based on an understanding of Gus Mus' multiculturalism is still not strong enough to be called a new theory in the academic world. Therefore, more comprehensive follow-up research is urgently needed by focusing on multiculturalism from other Indonesian figures, especially from Islamic boarding school kiai so that a meeting point for the multiculturalism conception can be found among other kiai figures. At least so that people can learn from Islamic sources that Islam and multiculturalism are one unit that cannot be separated.

Item Type: Thesis (Dr/PhD)
Uncontrolled Keywords: Penalaran; Multikulturalisme; KH. Ahmad Mustofa Bisri; Dakwah Islam Nusantara
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.7 Propagation of Islam > 297.74 Dakwah
Divisions: Program Pascasarjana > Program Doktor (S3) > 76003 - Studi Islam (S3)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 18 Nov 2024 07:42
Last Modified: 18 Nov 2024 07:42
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/25161

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics