Masifnya peredaran produk pangan dengan berbagai macam zat tambahan menimbulkan adanya potensi keterlibatan derivatif bahan non-halal. Derivatif bahan non-halal tersebut disajikan dengan berbagai istilah baru yang menimbulkan bias pandang konsumen Muslim. Oleh sebab itu, maka pengkajian produk pangan saat ini tidaklah relevan apabila hanya ditinjau dari sisi doktriner saja. Pengkajian saintifik diperlukan untuk membedah secara sains keterlibatan unsur derivatif bahan non- halal (Scientific Cum Doctrinaire). Dalam wilayah Jawa Tengah, terdapat MUI Provinsi Jawa Tengah dan memiliki LPPOM MUI Jawa Tengah sebagai LPH (Lembaga Pemeriksa Halal). Penelitian dimaksudkan untuk menjawab permasalahan: (1) Bagaimana implementasi jaminan produk pangan halal di MUI Provinsi Jawa Tengah?, (2) Bagaimana analisis implementasi jaminan produk pangan halal di MUI Provinsi Jawa Tengah dalam perspektif Scientific Cum Doctrinaire?. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif lapangan. Data penelitian diperoleh dari metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Seluruh data dianalisis dengan pendekatan Scientific Cum Doctrinaire serta menggunakan triangulasi data guna membedah kajian saintifik dan doktriner.
Hasil kajian menunjukkan bahwa, (1) Implementasi jaminan produk pangan halal oleh MUI Provinsi Jawa Tengah dalam bentuk keluarnya fatwa halal produk. Keluarnya fatwa halal produk termasuk kedalam rangkaian sertifikasi halal. Alur sertifikasi halal melalui LPH LPPOM MUI Jawa Tengah yaitu BIMTEK (Bimbingan Teknis), informasi pendampingan audit dan pendaftaran sertifikasi, pelaksanaan audit, rapat auditor, dan sidang komisi fatwa. Dalam pelaksanaan audit, LPPOM MUI Jawa Tengah berpedoman pada SJH (Sistem Jaminan Halal) berstandar HAS 23000 (Halal Assurance System). (2) Analisis implementasi jaminan produk pangan halal di MUI Provinsi Jawa Tengah dalam perspektif Scientific Cum Doctrinaire. Analisis kajian nampak dari dua hal. Pertama, dalam proses audit. Pedoman LPPOM MUI

berupa SJH dengan standar HAS 23000 dalam proses audit merupakan penerjemahan dari prinsip-prinsip penggunaan sains dan teknologi serta doktrin kehalalan dalam pangan. Temuan lapangan berkaitan dengan titik kritis produk mengacu pada dua aspek, yaitu aspek bahan produksi dan aspek fasilitas produksi. Penentuan kedua aspek tersebut berpegang pada kriteria keharaman berlandaskan pada dalil halal-haram pangan. Pada aspek bahan produksi, temuan yang diwaspadai adalah cemaran babi dan cemaran khamr. Sedangkan pada fasilitas produksi yaitu keterlibatan unsur najis yang dapat merubah status hukum produk pangan yang dihasilkan. Sampel produk pangan perlu ditelaah dengan laboratorium manakala terdapat keraguan pada saat pelaksanaan audit. Kedua, dalam proses fatwa produk pangan, komisi fatwa melibatkan auditor halal. Temuan auditor halal di lapangan digunakan sebagai bahan acuan komisi fatwa dalam mentapkan fatwa halal produk. Hal ini menunjukkan bahwa komisi fatwa menggunakan metode ijtihad jama’> i (ijtihad kolektif) dalam menentukan fatwa halal produk pangan.