Konsep kiblat dalam Al-Qur’an : studi komparasi tafsir fiqhi dan isyari

Nuri, Nafisatun (2022) Konsep kiblat dalam Al-Qur’an : studi komparasi tafsir fiqhi dan isyari. Masters thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Tesis_1904028020_Nafisatun_Nuri] Text (Tesis_1904028020_Nafisatun_Nuri)
Tesis_1904028020_Nafisatun_Nuri.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (6MB)

Abstract

Perbedaan dalam penentuan arah kiblat muncul salah satunya berdasarkan Al-Qur’an menggunakan lafal syaṭra al-Masjid al- ḥarām, qiblat, dan wajh untuk menjelaskan arah kibat. Sehingga ditemukan terjadi beragam penafsiran sebagian mufasir. Allah SWT tidak menyebutkan secara jelas keharusan menghadap bangunan ka’bah. Selain itu, adanya tanggapan dari ulama fikih untuk keberadaan seseorang yang sedang tidak melihat ka’bah secara langsung yaitu antara ‘ain al-ka’bah atau jihah al-ka’abah. Pada dasarnya kiblat atau ka’bah merupakan arah pemersatu umat Islam. Hal ini mengantarkan pentingnya untuk memahami kiblat serta perlunya mengkaji lebih mendalam tentang makna kiblat.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan pendekatan ilmu tafsir dengan metode komparatif antara tafsir fiqhi dan isyari. Sebagai tahapan kategorisasi dan klarifikasi sebagaimana yang berhubungan pada masalah kiblat yaitu dari hasil dari pengumpulan term qiblat, syaṭr dan wajh, Peneliti menganalisis atas penafsiran ayat-ayat al-Qur’an secara komprehensif sebagai bagian dari proses klarifikasi.
Setelah diteliti, penulis mendapati kesimpulan, perbedaan penafsiran terkait ayat-ayat kiblat ditemukan dari lafal syaṭr al-masjid al-ḥarām yang dimaknai agar mengarahkan wajah ke arah Masjidilharam, ada juga yang menfasirkan arah ka’bah saat ibadah. Berbeda dalam tafsir isyari, menghadap kiblat berarti memusatkan hati kepada Allah. Sedangkan kiblatnya hati itu akhirat dan kenikmatan akhirat. Ketika diantara ayat-ayat kiblat dikaitkan satu sama lain dari yaitu dalam rangka menuju tujuan untuk mencari keridhaan Allah SWT, saat ibadah yang harus menghadapkan hati kepada Allah SWT. Adanya perintah menghadap kiblat bukan berarti ada keharusan menghadap ke satu titik arah, hal itu merupakan sebuah isyarat untuk menguji sebuah ketaatan umat Islam kepada Allah SWT. Usaha dan cara untuk menuju kepada Allah merupakan wajud kelurusan (keistiqomahan) seseorang atas pemahamannya dan pengetahuan hingga bertemu dengan satu tujuannya yaitu kiblat. Dengan demikian hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya tuntutan bagi umat Islam untuk menggali keilmuan tentang urusan penentuan kiblat.

ABSTRACT:
One of the differences in structuring Qibla direction is based on the Al-Qur'an using the pronunciation of syaṭra al-Masjid al-ḥarām, qibla, and wajh to explain the direction of Qibla. So that various discoveries were found by some commentators. Allah SWT does not clearly state the necessity of facing the Kaaba building. In addition, there is a response from fiqh scholars to the existence of someone who is not seeing the Ka'bah directly, namely between 'ain al-ka'bah and jihah al-ka'abah. Basically, the Qibla or Kaaba is the unifying direction of Muslims. This emphasizes the significance of understanding the Qibla and the need to delve deeper into its meaning.
The analysis used in this study is the science of interpretation approach with a comparative method between fiqhi and isyari interpretations. As a stage of categorization and completion of compilation related to the Qibla problem, namely from the results of collecting the terms Qibla, syaṭr and wajh, the researcher analyzes the preparation of the verses of the Koran comprehensively as part of the settlement process.
After research, the authors came to the conclusion that the different findings related to Qibla verses were found in the pronunciation of the syaṭr al-masjid al-ḥarām which is interpreted to direct the face towards the Grand Mosque. There are also those who interpret the direction of the Kaaba during worship. In contrast to the isyari interpretation, facing the Qibla means having a broken heart towards Allah. While the qibla of the heart is the hereafter and the pleasures of the hereafter. When the Qibla verses are related to one another, that is, in order to reach the goal of seeking the pleasure of Allah SWT, during worship one must turn the heart towards Allah SWT. The existence of an order to face the Qiblah does not mean that there is a need to face one direction; it is a sign to test the obedience of Muslims to Allah SWT. Efforts and ways to go to Allah are manifestations of one's straightness (istiqomah) for one's understanding and knowledge so that one meets one goal, namely the Qibla. Thus, this indicates that there is a demand for Muslims to explore knowledge about Qibla recreation matters.

Item Type: Thesis (Masters)
Uncontrolled Keywords: Kiblat; Tafsir isyari; Tafsir fiqhi; Tafsir Al-Quran
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.1 Sources of Islam > 297.12 Al-Quran and Hadith > 297.122 Al-Quran > 297.1226 Interpretation and Criticism
Divisions: Program Pascasarjana > Program Master (S2) > 76131 - Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir (S2)
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 04 Dec 2024 04:24
Last Modified: 04 Dec 2024 04:24
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/25390

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics