Konsep mahar dalam Al-Qur’an : studi komparatif Kitab Tafsir Al Qurthubi Dan Kitab Tafsir Al Azhar

‘Aziizah, Salwaa (2023) Konsep mahar dalam Al-Qur’an : studi komparatif Kitab Tafsir Al Qurthubi Dan Kitab Tafsir Al Azhar. Undergraduate (S1) thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Skripsi_1804026021_Salwa_AziiZah] Text (Skripsi_1804026021_Salwa_AziiZah)
1804026021_SALWAA _AZIIZAH_SKRIPSI FULL - salwaa _Aziizah(1).pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (1MB)

Abstract

Terjadi sebuah kontrofersi antara Ulama’ Fiqih dan Tafsir mengenai penafsiran mahar, sebagian ulama’ fiqih meyakini bahwa mahar dibayarkan sebagai pengganti pernikahan yang terjadi baik berupa uang, jasa, ataupun yang bermanfaat untuk masa depan. Berbeda halnya ulama’ tafsir bahwa mahar merupakan harta yang wajib diserahkan seorang suami kepada seorang istri saat akad nikah, maka ditetapkan bahwa mahar adalah hak mutlak istri dan mahar bukan transaksi jual beli. Penelitian yang berjudul “Konsep Mahar Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif Kitab Tafsir Al-Qurthubi Dan Kitab Tafsir Al-Azhar)” yang peneliti kaji mempunyai rumusan masalah yaitu, apa saja ayat-ayat mahar dalam kitab tafsir al-qurthubi dan kitab tafsir al-azhar serta bagaimana penafsiran ayat mahar dalam kitab tafsir al-qurthubi dan kitab al-azhar. Dalam skripsi ini terdapat dua kajian fokus, yaitu konsep mahar dalam al-Qur’an, perbedaan dan kesamaan pendapat Imam Al-Qurthubi dan Buya Hamka. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan pendekatan studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian menyatakan bahwa mahar menurut Imam Al-Qurthubi adalah mahar yang diberikan oleh calon suami terhadap calon istri dengan hati yang suka rela, mahar tersebut berupa barang atau harta dalam jangka waktu lama dan suami boleh mengeluarkan mahar dengan jumlah yang banyak dan tidak ada batasannya. Sedangkan menurut Buya Hamka, mahar merupakan suatu harta yang wajib diberikan kepada calon istri sesuai dengan kemampuan suami dan sesuai dengan adat daerah masing-masing, diperbolehkan juga berupa nafkah atau perbelanjaan dengan jangka waktu panjang. Kedua pendapat tersebut memiliki persamaan bahwa pemberian mahar sebagai bentuk upaya wajib yang harus diberikan kepada calon istri dalam jangka waktu lama. Adapun perbedaannya Imam Al-Qurthubi berpendapat, penyebutan jumlah atau kadar mahar dalam sebuah akad pernikahan itu wajib dan seorang laki-laki diperbolehkan menikahi tawanan perang atau budak dengan syarat tidak mampu menikahi perempuan merdeka. Adapun Buya Hamka berpendapat bahwa dalam sebuah akad pernikahab tidak wajib menyebutkan jumlah atau kadar mahar tersebut, dan jika terjadinya sebuah perceraian maka, istri berhak mendapatkan setengah dari mahar yang sudah diberikan oleh suaminya sebagai uang pengobatan hati.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Mahar; Tafsir Al-Qurthubi; Tafsir Al-Azhar
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.1 Sources of Islam > 297.12 Al-Quran and Hadith > 297.122 Al-Quran > 297.1226 Interpretation and Criticism
Divisions: Fakultas Ushuluddin dan Humaniora > 76231 - Ilmu Al-Quran dan Tafsir
Depositing User: Bahrul Ulumi
Date Deposited: 20 Dec 2024 04:06
Last Modified: 20 Dec 2024 04:06
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/25486

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics