Penelitian ini berangkat dari adanya problem akademik terkait pemaknaan kata d}araba dalam al-Qur'an pada surat al-Nisa> ayat 34 yang kontroversial. Secara umum, kata tersebut ditafsirkan oleh para mufasir dan dipahami umat Islam selama ini dalam arti memukul secara fisik. Pemaknaan ini berpotensi membenarkan tindak kekerasan suami terhadap istri. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, kata d}araba memiliki makna yang sangat luas, tidak terbatas pada memukul secara fisik. Oleh karena itu, menarik untuk dilakukan kajian mendalam terhadap Tafsi>r al-Misba>h karya M. Quraish Shihab guna memahami makna d}araba secara komprehensif.
Penelitian yang digunakan adalah kualitatif (library research). Dengan menggunakan data primer Tafsi>r al-Misba>h dan data sekunder yakni, kitab-kitab tafsir, buku, artikel, jurnal dan lainnya yang berkaitan. Adapun metode yang digunakan deskriptif analisis, yakni peneliti mendeskripsikan terlebih dahulu penafsiran M. Qura>ish Shiha>b atas ayat-ayat yang mengandung kata d}araba, selanjutnya dianalisis dan diambil suatu kesimpulan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Menurut Tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab, kata wad}ribūhunna dalam Q.S. al-Nisa>: 34 yang biasa diterjemahkan sebagai "pukullah mereka (istri-istri)" sebenarnya memiliki makna yang sangat luas dalam Bahasa Arab. Akar kata d}araba tidak hanya berarti memukul, tetapi juga bisa diartikan sebagai meninggalkan, menjauhi, memberi pelajaran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kata wad}ribūhunna perlu ditafsirkan sesuai konteks pembicaraan mengenai cara mendidik istri yang nusyu>z, yakni dengan bijaksana dan penuh kasih sayang, bukan dengan kekerasan ataupun siksaan yang menyakitinya. Cara yang dicontohkan Rasulullah dan dianjurkan para ulama kepada setiap suami muslim. Makna ḍaraba apabila dikaitkan dengan Q.S. al-Nisa>:34 dalam menghadapi seorang pasangan yang nusyu>z tidak relevan jika hanya diartikan dengan memukul secara fisik saja. Dalam artian, penyelesaian problem nusyu>z dalam rumah tangga pun menjadi beragam. Pertama, dalam arti perumpamaan, maka seorang suami harus memberikan contoh yang baik kepada istri baik secara lisan maupun tindakan. Kedua, dalam arti berpergian, maka seorang suami boleh meninggalkan istrinya dari tempat tidurnya. Ketiga, dalam arti memukul, maka seorang suami diperbolehkan untuk memukul istrinya. Hanya saja pukulan tersebut memiliki aturan dan batasan yakni tidak boleh sampai menyakiti, menghindari memukul wajah, dan bagian tubuh yang sekiranya ber bekas jika dipukul. Pukulan tersebut ditujukan untuk mendidik istri dan mengembalikan keharmonisan rumah tangga. Ragam penafsiran Quraish Shihab atas kata dharaba didorong faktor zaman dulu memukul istri lumrah dilakukan dan al-Qur'an sendiri menggunakan kata itu dalam konteks beragam. Latar belakang perubahan sosial dan variasi makna kata d}araba mendorongnya memberi penafsiran moderat dan kontekstual guna menunjukkan keluwesan ajaran Islam merespons dinamika masyarakat modern. Dengan pendekatan itu, kekayaan makna al-Qur'an dapat digali untuk jawab problematika kekinian termasuk persoalan relasi suami-istri