Fenomena Dinasti Politik bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia karena fenomena tersebut terus mewarnai dunia pemilu baik di tingkat nasional maupun daerah. Dinasti Politik saat ini tidak hanya terjadi di tingkat lokal saja namun sudah merambah hingga ke tingkat desa, seperti yang terjadi di Desa Tanjungsekar, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati, dimana sudah sejak lama pemerintahan di desa Tanjungsekar dikuasai oleh keluarga Iriyanto. Dinasti politik terjadi apabila salah satu anggota keluarga menduduki jabatan politik yang diduduki oleh anggota keluarga sebelumnya atau meneruskan jabatan yang sama dengan anggota keluarga sebelumnya. Penelitian ini akan fokus pada bagaimana Dinasti Politik Iriyanto dilihat dari sisi teori Bourdieu tentang (habitus × modal ) + arena = Praktik. Habitus dan modal apa yang dimiliki dan digunakan untuk mempertahankan kekuasaannya serta mengapa Dinasti Iriyanto mampu mendominasi politik dan pemerintahan Desa Tanjungsekar dari dulu sampai sekarang.
Untuk mengkaji kegigihan kekuasaan dinasti Iriyanto atau praktik Dinasti Politik tersebut di Desa Tanjungsekar, maka akan dianalisis dengan menggunakan teori yang digagas oleh Pierre Bourdieu yaitu, Habius, Modal dan Arena. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sumber data primer diperoleh dari wawancara mendalam dengan Kepala Desa Tanjungsekar, tokoh masyarakat dan penduduk asli Desa Tanjungsekar dan data sekunder berupa jurnal, dokumen dan berita yang berkaitan dengan topik penelitian. Data penelitian akan dianalisis melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan dinasti politik Iriyanto dapat mempertahankan kekuasaannya di Desa Tanjungsekar, yaitu berupa sikap yang dimilikinya, nilai-nilai yang dianutnya seperti nilai kepemimpinan dan nilai kebaikan. dimiliki oleh keluarga dinasti tersebut yang membuat masyarakat desa masih mempercayainya. terhadap kepemimpinan Dinasti Iriyanto.
Selain dari habitus keluarga dinasti Iriyanto, habitus tersebut juga berasal dari kondisi masyarakat yang mendukung kelangsungan kekuasaan dinasti Iriyanto, yaitu, tingkat pendidikan masyarakat, hubungan kekerabatan, dan hubungan patron-klien. Kemudian dalam melanggengkan kekuasaannya, keluarga dinasti bermain dengan modal yang dimilikinya berupa modal ekonomi berupa kepemilikan sawah, tanah, harta benda, alat produksi dan tenaga kerja, modal sosial berupa keluarga besar. jaringan, modal simbolik berupa popularitas nama besar keluarga, dan modal budaya berupa pengalaman yang di miliki. Arena yang dimainkan oleh dinasti Iriyanto adalah arena ekonomi, yaitu kelas sosial ekonomi yang termasuk dalam keluarga dinasti. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa bertahannya Dinasti Politik Iriyanto juga didukung oleh kondisi sosial masyarakat yang dapat melanggengkan kekuasaan dinasti Iriyanto.

ABSTRACT:
The phenomenon of political dynasties is not something new in Indonesia because this phenomenon continues to color the world of elections both at the national and regional levels. Political dynasties currently do not only occur at the local level but have spread to the village level, as happened in Tanjungsekar Village, Pucakwangi District, Pati Regency, where for a long time the government in Tanjungsekar village was controlled by the Iriyanto family. A political dynasty occurs when one of the family members occupies a political position occupied by a previous family member or continues the same position as a previous family member. This research will focus on how the Iriyanto Political Dynasty is seen from Bourdieu's theory of (habitus × capital) + arena = practice. What habits and capital did they have and use to maintain their power and why the Iriyanto Dynasty was able to dominate the politics and government of Tanjungsekar Village from the past until now.To examine the persistence of the Iriyanto dynasty's power or the practices of the Political Dynasty in Tanjungsekar Village, it will be analyzed using the theory initiated by Pierre Bourdieu, namely, Habius, Capital and Arena. The method used in this research is a qualitative research method with a case study approach. Primary data sources were obtained from in-depth interviews with the Head of Tanjungsekar Village, community leaders and native residents of Tanjungsekar Village and secondary data in the form of journals, documents and news related to the research topic. Research data will be analyzed through three stages, namely data reduction, data presentation, and drawing conclusions/verification.The results of this research show that the habits of the Iriyanto political dynasty can maintain its power in Tanjungsekar Village, namely in the form of the attitudes it has, the values it adheres to such as leadership values and kindness values. owned by the dynasty family which makes the village people still believe in it. towards the leadership of the H. Duklam DynastyApart from the family habitus of the Iriyanto dynasty, this habitus also came from societal conditions that supported the continuity of power of the Iriyanto dynasty, namely, the level of community education, kinship relations, and patron-client relations. Then, in perpetuating their power, the dynastic family played with the capital they had in the form of economic capital in the form of ownership of rice fields, land, property, means of production and labor, social capital in the form of an extended family. networks, symbolic capital in the form of the popularity of the family's big name, and cultural capital in the form of the experience they have. The arena played by the Iriyanto dynasty was the economic arena, namely the socio-economic class that belonged to the dynasty's family. Based on the research results above, it can be said that the survival of the Iriyanto Political Dynasty was also supported by the social conditions of society which could perpetuate the power of the Iriyanto dynasty.