Konflik politik tata kelola wisata religi : studi kasus pengelolaan makam Syekh Abdullah Mudzakir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak

Setyowati, Lilis (2023) Konflik politik tata kelola wisata religi : studi kasus pengelolaan makam Syekh Abdullah Mudzakir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak. Undergraduate (S1) thesis, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

[thumbnail of Skripsi_2006016104_Lilis_Setyowati] Text (Skripsi_2006016104_Lilis_Setyowati)
Skripsi_2006016104_Lilis_Setyowati.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.

Download (1MB)

Abstract

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari yang namanya konflik, baik itu konflik antar individu, kelompok maupun organisasi. Ada berbagai macam jenis konflik salah satunya adalah konflik politik. Konflik politik dapat terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, bahkan wisata religipun tidak luput dari konflik politik. Seperti yang terjadi pada pengelolaan wisata makam Syekh Abdullah Mudzakir di desa Bedono, Kecamatan Sayung, Demak. Konflik ini terjadi antara pihak keluarga Mbah Mudzakir atau biasa disebut dzurriyah dengan Pemerintah Desa Bedono. Awalnya, Pemerintah Desa Bedono menjadikan lahan parkir, ojek perahu, ojek motor dan retribusi pedagang yang ada di wisata makam Syekh Abdullah Mudzakir sebagai BUMDes pada tahun 2017 dikarenakan tanah yang digunakan merupakan milik desa. Namun pada tahun 2019 dzurriyah datang kepada Pemerintah Desa untuk mengambil alih seluruh pengelolaan, padahal apabila dilihat secara kepemilikan tanah, dzurriyah tidak mempunyai hak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana terjadinya konflik politik antara dzurriyah dengan Pemerintah Desa dan juga bagaimana resolusi dari konflik tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi lapangan dan pendekatan studi kasus. Hal ini bertujuan untuk memahami dan menjelaskan fenomena konflik politik antara dzurriyah dengan Pemerintah Desa Bedono secara mendalam berdasarkan data secara fakta yang ada di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teori konflik politik Ramlan Surbakti, analisis pohon dan pemetaan konflik Simon Fisher serta resolusi konflik Johan Galtung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik politik pengelolaan makam Syekh Abdullah Mudzakir dilatar belakangi oleh faktor ketidakpuasan dzurriyah terhadap keputusan Pemerintah Desa yang menjadikan parkir, ojek perahu, ojek motor dan retribusi pedagang yang ada di wisata Syekh Abdullah Mudzakir sebagai BUMDes. Dzurriyah merasa Pemerintah Desa tidak adil dalam pengelolaan dikarenakan hanya menguntungkan satu pihak saja selain itu, faktor ekonomi juga menjadi pemicu adanya konflik di antara kedua belah pihak. Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik ini adalah Pemerintah Desa Bedono, dzurriyah, masyarakat Dusun Pandansari, Morosari, penasehat keluarga dan penasehat hukum dzurriyah, serta Pemuda Pancasila. Penyelesaian konflik dilakukan dengan cara negosiasi. Negosiasi dalam teori resolusi Johan Galtung masuk dalam peacemaking yaitu mempertemukan kedua belah pihak secara damai. Awalnya, dzurriyah membuat berita acara tentang ruang lingkup pengelolaan makam, berita acara tersebut merupakan bahan yang dijadikan sebagai dasar negosiasi dengan Pemerintah Desa. Kesepakatan final ditandatangani pada 18 September 2019 isi dari kesepakatan tersebut adalah seluruh pengelolaan jatuh ke tangan dzurriyah dengan presentase pembagian kerjasama dengan Pemerintah Desa adalah 40% dzurriyah dan 60% Pemerintah Desa untuk pengelolaan parkir, 50% dzurriyah dan 50% Pemerintah Desa untuk ojek perahu serta motor, dan 40% dzurriyah, 60% Pemerintah Desa untuk retribusi pedagang. Nantinya kerjasama pengelolaan akan dilakukan secara bergantian selama dua tahun sekali. Akan tetapi sampai sekarang pengelolaan masih dipegang oleh dzurriyah, hal ini tentunya bertentangan dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.

ABSTRACT:
Human life cannot be separated from conflict, be it conflict between individuals, groups or organizations. There are various types of conflict, one of which is political conflict. Political conflict can occur in various aspects of life, even religious tourism is not free from political conflict. As happened with the tourism management of Sheikh Abdullah Mudzakir's grave in Bedono village, Sayung District, Demak. This conflict occurred between the family of Mbah Mudzakir or usually called dzurriyah and the Bedono Village Government. Initially, the Bedono Village Government made the parking area, boat taxi, mptorbike taxi and trader levies at the Sheikh Abdullah Mudzakir grave site a BUMDes in 2017 because the land used belonged to the village. However, in 2019 dzurriyah came to the Village Government to take over management on the grounds that all people could feel the benefits of having a tomb and avoid prioritizing just one group. In fact, if you look at land ownership, dzurriyah does not have the right to take over the management of parking and boat taxis. This research aims to look at the background of the political conflict between dzurriyah and the Village Government, and also see how the conflict was resolved.
This research uses qualitative research methods with field study research and a case study approach. This aims to understand and explain the phenomenon of political conflict between dzurriyah and the Bedono Village Government in depth based on factual data in the field. Data collection techniques were carried out using interviews, observation and documentation. Data analysis in this research uses Ramlan Surbakti's political conflict theory, Simon Fisher's tree analysis and conflict mapping and Johan Galtung's conflict resolution.
The results of the research show that the political conflict over the management of Sheikh Abdullah Mudzakir's grave was motivated by dzurriyah's dissatisfaction with the Village Government's decision to make parking, boat taxis, motorbike taxis and merchant levies on the Sheikh Abdullah Mudzakir tourist attraction as BUMDes. Dzurriyah feels that the Village Government is unfair in its management because it only benefits one party. Apart from that, economic factors also trigger conflict between the two parties. The actors involved in this conflict were the Bedono Village Government, dzurriyah, the people of Pandansari Hamlet, Morosari, family advisors and legal advisors for dzurriyah, and Pemuda Pancasila. Conflict resolution is carried out by means of negotiation. Negotiation in Johan Galtung's resolution theory is included in peacemaking, namely bringing the two parties together peacefully. Initially, Dzurriyah made an official report regarding the scope of cemetery management. This official report was used as a basis for negotiations with the Village Government. The final agreement was signed on September 18 2019. The contents of the agreement are that all management falls into the hands of dzurriyah with the percentage sharing of cooperation with the Village Government being 40% dzurriyah and 60% Village Government for parking management, 50% dzurriyah and 50% Village Government for boat taxis and motorbikes, and 40% dzurriyah, 60% Village Government for merchant levies. Later, management cooperation will be carried out alternately every two years. However, until now the management is still held by the dzurriyah, this is of course contrary to the agreement that was made previously.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Uncontrolled Keywords: Konflik politik; Pengelolaan; Wisata religi
Subjects: 300 Social sciences > 303 Social processes > 303.6 Conflict and conflict resolution
Divisions: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik > 67201 - Ilmu Politik
Depositing User: Miswan Miswan
Date Deposited: 18 Feb 2025 01:55
Last Modified: 18 Feb 2025 01:55
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/25984

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics