Pengalaman ibadah haji jamaah menjadi fokus dari penelitian ini. Penelitian ini mengkaji perbandingan pengalaman sosial haji di era pra-media sosial dan era media sosial dengan menggunakan teori interaksi sosial Erving Goffman dan teori media sosial Manuel Castells. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur dengan lima jamaah haji dari KBIHU Gemilang Magelang yang telah menunaikan ibadah haji di kedua era. Hasilnya menunjukkan bahwa media sosial telah secara mendasar mengubah pengalaman sosial haji, memungkinkan jamaah untuk berbagi dan menerima informasi secara real-time serta menjaga hubungan sosial yang lebih luas selama ibadah. Namun, hal ini juga menghadirkan tantangan terhadap keaslian pengalaman spiritual, di mana penggunaan berlebihan gawai dapat mengurangi kedalaman pengalaman spiritual dan mengalihkan perhatian dari inti ibadah haji. Penelitian ini menyoroti sebuah dikotomi di mana teknologi bertindak sebagai fasilitator konektivitas sosial yang lebih baik sekaligus berpotensi menjadi pengganggu keterlibatan spiritual. Penelitian ini menegaskan perlunya keseimbangan dalam penggunaan media sosial untuk memastikan bahwa teknologi mendukung, bukan menggantikan, esensi spiritual dari haji.

ABSTRACT:
The focus of this research is the pilgrimage experience of hajj pilgrims. This study examines the comparison of social experiences of hajj in the pre-social media era and the social media era using Erving Goffman's social interaction theory and Manuel Castells' social media theory. This research employs a descriptive approach with qualitative methods. Data were collected through semi-structured interviews with five hajj pilgrims from KBIHU Gemilang Magelang who have performed hajj in both eras. The results show that social media has fundamentally altered the social experience of hajj, enabling pilgrims to share and receive information in real-time and maintain broader social connections during the pilgrimage. However, this also presents challenges to the authenticity of the spiritual experience, as excessive use of gadgets can reduce the depth of spiritual engagement and distract from the core of the hajj rituals. This study highlights a dichotomy where technology acts as a facilitator for better social connectivity while also having the potential to disrupt spiritual involvement. The study emphasizes the need for balance in the use of social media to ensure that technology supports, rather than replaces, the spiritual essence of the hajj.