ABSTRAK
Permasalahan umum yang menjadi fokus penelitian penulis ialah fenomena ilmu sihir. Sihir yang terjadi di masa kini terdapat beberapa kelompok yang dengan mudah menjustifikasi sebuah perbuatan ataupun tindakan yang telah menjadi adat dan kebiasaan masyarakat di masa kini yang ingin mendapatkan apa yang ia mau dengan cara yang praktis. Al-Qur’an pun banyak menyebutkan kisah-kisah yang berkaitan dengan sihir, seperti kisah Nabi Musa as, juga Nabi Muhammad yang dituduh sebagai tukang sihir karena mukjizatnya dan juga kisah Nabi Sulaiman yang dituduh sebagai tukang sihir.
Sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang menimbulkan beberapa pokok masalah yakni: Pertama, bagaimana penafsiran QS. Al-Baqarah ayat 101-103 dalam kitab Rawāi' Al-Bayān Tafsir Ayat al-Ahkām Min al-Qur'ān menurut Muhammad Alī Al-Ṣābūnī. Kedua, bagaimana implikasi penafsiran dari Muhammad Alī Al-Ṣābūnī terhadap fenomena sihir di era kontemporer. Maka dari itu peneliti berusaha mencari kejelasan yang diharapkan dapat membuka pemahaman masyarakat mengenai definisi dan batasan-batasan dalam perbuatan ilmu sihir agar dapat berhati-hati dalam berperilaku.
Dalam penelitian ini, metode yang di gunakan ialah metode penelitian kualitatif (library research) melalui deskriptif-analisis berdasarkan data yang dikumpulkan, adapun langkah-langkah metode deskriptif-analisis adalah pertama, deskripsi penulis mendeskripsikan dengan memahami atau mencerna dan memaparkan penafsiran menurut Muhammad Alī Al-Ṣābūnī dalam kitab Rawāi’ Al-Bayān Tafsir Ayat Ahkām Min al-Qur’ān terhadap ayat-ayat tentang sihir dan kedua, analisis yaitu penulis menganalisis kitab Rawāi’ Al-Bayān Tafsir Ayat Ahkām Min al-Qur’ān karya Muhammad Alī Al-Ṣābūnī sebagai data primer dan literature akademik lainnya sebagai data pendukung yang berkaitan dengan penafsiran sihir dan yang terakhir menarik kesimpulan penelitian. Penulis menggunakan rujukan yakni Al-Qur’an khususnya pada QS. Al-Baqarah ayat 101-103 dan kitab Rawāi' Al-Bayān Tafsir Ayat al-Ahkām Min al-Qur'ān sebagai sumber data utama, dan literatur kitab tafsir lainnya digunakan sebagai data pendukung.
Dari hasil penelitian mengenai penafsiran QS. Al-Baqarah ayat 101-103 dalam kitab Rawāi' Al-Bayān Tafsir Ayat al-Ahkām Min al-Qur'ān menurut Muhammad Alī Al-Ṣābūnī ini di temukan bahwa Sulaiman adalah seorang Nabi dan raja, dia bukan seorang tukang sihir yang berprofesi sebagai dukun ataupun tukang sihir. Setanlah yang berperan menghiasi sihir untuk menarik manusia kepadanya dan menimbulkan permasalahan. Sihir merupakan sesuatu yang real atau nyata dan berdampak pada orang yang terkena yang mana dengan sihirnya itu seorang suami menceraikan istrinya. Adapun implikasi penafsiran dari tokoh tersebut di era kontemporer banyaknya tukang sihir yang berprofesi seperti dukun, tukang sulap, paranormal yang menggunakan bintang-bintang dan lain sebagainya.