Pembiayaan mudharabah merupakan salah satu pembiayaan yang beresiko tinggi, karena BMT memberikan kepercayaan penuh kepada mudharib untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan sebagai modal usaha. Sehingga mudharabah dapat dikatakan pembiayaan yang cukup rentan terhadap resiko sebab dikhawatirkan mudharib melakukan suatu kecurangan yang tidak diketahui oleh BMT. Maka dari itu dalam setiap penyaluran dana diperlukan adanya pertimbangan dan prinsip kehati-hatian agar kepercayaan benar-benar terwujud, sehingga pembiayaan yang diberikan dapat mengenai sasaran dan pengembalian pembiayaan tepat waktu sesuai kesepakatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembiayaan mudharabah di KSU BMT Robbani Sekopek Kaliwungu Kendal dan bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian pada pembiayaan mudharabah di KSU BMT Robbani Sekopek Kaliwungu Kendal.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengunakan metode penelitian deskriptif analisis yaitu dengan cara memaparkan informasi yang diperoleh dari KSU BMT Robbani secara langsung yang berhubungan dengan pelaksanaan pembiayaan mudharabah dan penerapan prinsip kehati-hatian pada pembiayaan mudharabah, dari data primer dan sekunder yang dikumpulkan kemudian penulis menganalisa dengan menggunakan analisis kualitatif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan pembiayaan mudharabah di KSU BMT Robbani terdapat adanya prosedur dan ketentuan yang harus dipenuhi, pembiayaan mudharabah yang disalurkan berupa pembiayaan modal usaha seperti usaha perdagangan, industri dan usaha rumahan yang dapat dikategorikan dengan jenis pembiayaan mudharabah mutlaqoh. Penerapan prinsip kehati-hatian pada pembiayaan mudharabah di KSU BMT Robbani adalah dengan menggunakan analisis kelayakan 5’C principles (character, capacity, capital, condition, collateral) dengan lebih mengutamakan pada aspek analisis capacity (kemampuan) dan collateral (agunan) yang dinilai melalui pendapatan yang diperoleh dan kelayakan agunan yang diberikan oleh mitra dan penetapan mengenai BMPP (Batas Maksimum Pemberian Pembiayaan) serta adanya pengawasan, dalam hal pengawasan yang dilakukan oleh KSU BMT Robbani belum maksimal karena monitoring yang dilakukan secara acak dan kurangnya SDM yang memadai yang pada akhirnya membatasi program pengawasan.