Keterwakilan perempuan dinilai penting dalam keterlibatan perempuan di ranah legislatif. Dimana kehadiran perempuan dalam politik tidak hanya pada sekedar buah ide atau gagasan, melainkan juga kehadiran fisik. Hal ini disebabkan mengingat keberadaan perempuan dibutuhkan sebagai pelengkap formulasi kebijakan dan arah pembangunan demokrasi yang berkualitas serta mendorong keseimbangan dalam parlementer. Bentuk kebolehan perempuan dalam memimpin dicontohkan dalam Kisah Ratu Balqis pada Q.S Al Naml [27] ayat 23-44. Selain itu, dalam kisah kepemimpinan Ratu Balqis penulis melihat adanya kesamaan dengan teori ekofeminsime. Dimana feminsime yang diambarkan pada karakter kepemimpinan ratu dan ekologi digambarkan pada kisahnya yang memeiliki kerterkaitan dengan uapaya pelestarian lingkunga.Penulis menggunakan pendekatan deskriptif analisis yaitu (liberary research) dengan mempelajari, menggambarkan, menguraikan kisah, dan menganalisis penafsiran beberapa mufassir dalam kitab tafsirnya antara lain tafsir al Kasyasyaf karya Zamakhsyari, tafsir at Tahrir wa Tanwir karya Ibnu Asyur dan tafsir al Misbah karya Muhammad Quraish Shihab.Pada Q.S Al Naml ayat 23-44 telah menggambarkan bagaimana karakteristik Ratu Balqis yang demokratis, bermusywarah, bersifat tenang dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, cerdas lagi teliti, memiliki sifat khawatir dan penuh dengan kasih sayang. Selain itu, dalam kisahnya Ratu Balqis mencerminkan aliran ekofeminsime alam dikarenakan sang ratu yang menolak perang untuk keselamatan rakyat dan negaranya.