Nusyuz sampai hari ini menjadi sumber permasalahan yang muncul dalam dinamika keluarga. Selama ini nusyuz didominasi oleh perempuan sebagaimana yang disebutkan dalam KHI. Dalam KHI terdapat problem yang secara substansial belum diatur secara khusus seperti konsepsi nusyuz suami. Bertolak dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana ketentuan konsep nusyuz dalam KHI dan bagaimana analisis nusyuz dalam KHI dengan perspektif mubadalah.
Jenis penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan sumber hukum primer berupa Kompilasi Hukum Islam sebagai bahan hukum utama, sumber hukum sekunder berupa buku Qiraah Mubadalah, Peraturan yang terkait, dan karya ilmiah lainya sebagai bahan hukum pendukung, dan bahan hukum tersier sebagai pelengkap.
Hasil penelitin ini adalah; 1) Bahwa KHI sudah secara tegas menyebutkan nusyuz untuk perempuan dan akibat hukumnya, tetapi nusyuz dalam KHI tidak memiliki ketentuan khusus terkait adanya nusyuz suami, berdasar definisi nusyuz suami dapat ditunjukkan dengan penelaahan melalui redaksi yang berbeda dalam KHI. 2) Nusyuz dan ketaatan bersifat resiprokal yang menuntut komitmen bersama dalam menghadirkan segala kebaikan dalam rumah tangga dan menghindarkan segala keburukan darinya. Nusyuz dalam KHI bersifat searah, tidak seimbang sehingga dianggap tidak mubadalah. Gagasan mubadalah dengan prinsip kemitraan kesalingan dalam suatu relasi laki-laki dan perempuan hadir dengan penawaran metodologis baru terhadap cara penyelesaian masalah untuk mewujudkan relasi antar manusia yang adil gender, termasuk dalam relasi rumah tangga agar tercapai tujuan pernikahan.