Kemunculan perdebatan teologis atau tauhid yang berkembang di kalangan umat Islam nampaknya justru memicu pada semangat pemahaman yang bersifat teosentris (Tuhan pusat segala susatu) dari pada antroposentris (Manusia pusat segala sesuatu). Hal tersebut berimplikasi pada corak teologi yang terkesan gagap untuk menyikapi persoalan-persoalan yang terjadi di tengah-tengah realitas masyarakat Islam. Oleh karena itu, perlu diadakan revitalisasi terhadap sumber-sumber dan nilai-nilai teologis agar dapat membawa semangat teologi yang bersifat praksis. Metode penelitian ini bersifat kualitatif serta menggunakan pendekatan sejarah (historical approach). Hasil penelitian ini menemukan bahwa epistimologi pemikiran muhammad iqbal dalam dalam konteks pemikiran teologi berangkat dari tiga pendekatan pertama, konsepi dirinya tentang Tuhan mengalamai tiga fase, kedua, ijtihad dengan mengoptimalkan pegalaman inderawi, kekuatan akal dan kedalaman intuisi, ketiga, melakukan pendekatan kritis terhadap pendidikan timur dan barat. Sedangkan relevansi pemikirannya terhadap teologi pembebasan bisa dilihat pada gagasan-gagasan besarnya yang mengusung tema filosofi khudi dan pendidikan khudi yang berbasis tauhid, yakni mengutamakan kekuatan ego/individu yang ada di dalam diri manusia untuk melakukan kehendak bebas (free will) sebagai upaya untuk melakukan perubahan atas kesenjangan yang terjadi pada realitas sosial msyarakat.