Balapulang memiliki potensi atau produk unggulan yang tidak hanya bermanfaat untuk daerah itu sendiri melainkan bermanfaat untuk daerah lain. Salah satu potensi Balapulang yaitu ipengembangan UMKM industri mebel. UMKM Industri mebel merupakan salah satu ekonomi lokal yang memanfaatkan bahan baku alam menjadi produk jadi melalui industri yang berfokus pada produksi penghasil berbagai mebel. Praktik jual beli pada UMKM industri mebel Balapulang menggunakan akad Istiṣna’. Akad Istiṣna’ merupakan kontrak jual beli yang dilakukan oleh konsumen dan produsen dengan objek barang manufacture atau dengan kata lain barang harus melalui proses produksi terlebih dahulu. Namun, praktik akad Istiṣna’ yang terjadi pada UMKM Industri mebel Balapulang masih terdapat ketentuan yang tidak sesuai seperti pembatalan yang mengakibatkan salah satu pihak mengalami kerugian, pembayaran yang tidak sesuai kesepakatan awal, permintaan yang tidak sesuai kesepakatan di awal, serta molornya waktu pengerjaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut timbul rumusan masalah yaitu bagaimana praktik transaksi akad Istiṣna’ yang diterapkan UMKM Industri Meubel Balapulang Kabupaten Tegal dan bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penerapan akad Istiṣna’ pada transaksi produk UMKM Industri Meubel Balapulang Kabupaten Tegal.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan empiris yuridis. Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian non doktrinal. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu wawancara dengan pemilik UMKM industri mebel Balapulang (penjual) dan pembeli dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi yang berkaitan dengan jual beli pada UMKM Industri mebel Balapulang.
Praktik jual beli yang terjadi pada industri mebel Balapulang menggunakan sistem pre order. Sesuai tinjauan hukum Islam, khususnya pada jual beli Istiṣna’, rukun dan syarat yang diterapkan sudah terpenuhi. Namun, masih terdapat wujud ketidaksesuaian dalam Istiṣna’ seperti pembatalan akad yang merugikan salah satu pihak, pembayaran yang tidak sesuai dengan kesepakatan, waktu produksi yang melebihi batas waktu kesepakatan dan ketidaksesuain produk sehingga menimbulkan wanprestasi (tidak sesuai dengan akad awal) yang mengakibatkan salah satu pihak mengalami kerugian. Hal ini bertentangan dengan kaidah jual beli yang seharusnya tidak merugikan salah satu pihak, sebagaimana tertuang dalam (Q.S A-Nisa:29).