Analisis pendapat Imam Al-Syafi'i tentang hakam tidak memiliki kewenangan dalam menceraikan suami istri yang sedang berselisih
Mukhifah, Anik (2010) Analisis pendapat Imam Al-Syafi'i tentang hakam tidak memiliki kewenangan dalam menceraikan suami istri yang sedang berselisih. Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.
2103072_Coverdll.pdf - Accepted Version
Download (166kB) | Preview
2103072_Bab 1.pdf - Accepted Version
Download (66kB) | Preview
2103072_Bab 2.pdf - Accepted Version
Download (164kB) | Preview
2103072_Bab 3.pdf - Accepted Version
Download (102kB) | Preview
2103072_Bab 4.pdf - Accepted Version
Download (106kB) | Preview
2103072_Bab 5.pdf - Accepted Version
Download (8kB) | Preview
2103072_Bibliografi.pdf - Bibliography
Download (17kB) | Preview
Abstract
Islam mengajarkan jika terjadi perpecahan antara suami-istri sehingga timbul permusuhan yang dikhawatirkan mengakibatkan pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaknya diadakan hakam (wasit) untuk memeriksa perkaranya dan hendaklah hakam ini berusaha mengadakan perdamaian guna kelanggengan kehidupan rumah tangga dan hilangnya perselisihan. Pernyataan Imam al-Syafi'i ini mengisyaratkan bahwa hakam tidak memiliki kewenangan untuk menceraikan suami istri yang sedang berselisih. Sebagai perumusan masalah yaitu apa pendapat Imam al-Syafi'i tentang hakam? Bagaimana metode istinbat hukum Imam al-Syafi'i tentang hakam yang tidak memiliki kewenangan dalam menceraikan suami istri yang sedang berselisih?
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Sumber data primernya yaitu karya-karya Imam Al-Syafi'i yaitu Al-Umm dan (2) Kitab al-Risalah sedangkan sumber data sekundernya yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul di atas. Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan teknik library research (penelitian kepustakaan). Pemilihan kepustakaan diseleksi sedemikian rupa dengan mempertimbangkan aspek mutu atau kualitas dari kemampuan pengarangnya. dan dianalisis dengan deskriptif analitis.
Hasil penulisan menunjukkan bahwa menurut Imam al-Syafi'i, apabila suami istri bersengketa, sementara suami atau istri itu tidak ada yang mau mengalah, sehingga jika situasi perselisihan dibiarkan berkepanjangan maka tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian bahkan permusuhan yang menimbulkan saling benci dan dendam, maka hendaknya ada seorang hakam sebagai juru wasit yang mendamaikan kedua belah pihak. Kedua hakam ini tentunya hakam dari keluarga suami dan hakam dari keluarga istri. Hakam tersebut hanya boleh mendamaikan dan mencari solusi yang dapat menghentikan perselisihan. Kedua hakam tidak boleh menyuruh suami istri itu untuk bercerai. Dengan kata lain kedua hakam tidak mempunyai kewenangan untuk memisahkan suami istri itu jika tidak diminta suami yang berselisih itu. Dalam hubungannya dengan metode istinbath hukum Imam al-Syafi'i tentang hakam tidak memiliki kewenangan dalam menceraikan suami istri yang sedang berselisih, maka Imam al-Syafi'i menggunakan istinbat hukum yaitu al-Qur'an surat An-Nisa (4) ayat 35, juz 5. Dalam penafsiran Imam al-Syafi'i bahwa ayat ini mengisyaratkan dibolehkannya hakam mendamaikan kedua belah pihak, namun hakam tidak memiliki kewenangan menyuruh mereka suami istri untuk bercerai.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: Prof. Dr. H. Muslich Shabir, MA. |
Uncontrolled Keywords: | Hakam (Wasit); Perceraian |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Agus Sopan Hadi |
Date Deposited: | 13 Dec 2014 04:26 |
Last Modified: | 13 Dec 2014 04:26 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/2980 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year