Penarikan kembali harta wakaf (analisis pendapat Imam Abu Hanifah)
Fauzi, Moh. Atiq (2010) Penarikan kembali harta wakaf (analisis pendapat Imam Abu Hanifah). Undergraduate (S1) thesis, IAIN Walisongo.
2104008_Coverdll.pdf - Accepted Version
Download (162kB) | Preview
2104008_Bab 1.pdf - Accepted Version
Download (109kB) | Preview
2104008_Bab 2.pdf - Accepted Version
Download (168kB) | Preview
2104008_Bab 3.pdf - Accepted Version
Download (144kB) | Preview
2104008_Bab 5.pdf - Accepted Version
Download (21kB) | Preview
2104008_Bab 4.pdf - Accepted Version
Download (177kB) | Preview
2104008_Bibliografi.pdf - Bibliography
Download (22kB) | Preview
Abstract
Dalam wakaf pasti ada barang yang akan diwakafkan karena jika tidak ada barang yang akan diwakafkan maka mustahil akan terjadinya perwakafan dengan kata lain barang yang akan diwakafkan merupakan rukun dari wakaf. Namun mengenai status harta wakaf yang telah diwakafkan itu tidak masuk dalam syarat dan rukun wakaf. Para ulama berbeda pendapat mengenai status harta wakaf itu, sehingga memunculkan argumen yang berbeda mengenai boleh atau tidaknya menarik kembali harta wakaf itu.
Dalam penelitian ini penulis meneliti pendapat imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa harta wakaf boleh ditarik kembali oleh wākīf maupun ahli warisnya dan istinbath hukumnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research yang berarti suatu research kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni. Karena pengumpulan data dan informasi dengan bantuan macam-macam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah-naskah, catatan, kisah sejarah, dokumen-dokumen dan lain-lain yang berhubungan dengan permasalahan penarikan kembali harta wakaf itu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapat Abu Hanifah berbeda dengan pendapat imam madzhab lain. Beliau berpendapat bahwa status harta yang sudah diwakafkan masih berada pada kekuasaan Wāqif, sehingga Wāqif boleh menarik harta itu kembali. Pendapat tersebut disandarkan pada Surat al-māidah:103 dengan menyamakan harta wakaf dengan sāibah dan menyamakan wakaf dengan akad pinjam-meminjam. Namun dasar hukum yang beliau gunakan kurang tepat karena kata sāibah dalam surat al-māidah:103 bertujuan untuk berhala dan hadits yang dipakaipun hadits dhoif dan hadits tersebut bukan membahas mengenai wakaf namun mengenai kewarisan yang terdapat pada masyarakat Arab pada masa itu.
Pendapat Abu Hanifah itu dapat di pakai dalam perwakafan di Indonesia karena hal ini memungkinkan banyak orang yang akan melaksanakan ibadah wakaf tanpa merasa takut akan kehilangan hartanya. Namun pendapat beliau masih ada kelemahannya yaitu mengenai tidak adanya kontrak wakaf sehingga akan menjadikan kekacauan sehingga perlu ditabahkan dengan mengadakan kontrak wakaf sebagaimana pendapat Imam Malik. Hal ini sesuai dengan undang-undang no 41 tahun 2004 tentang wakaf yang menatakan bahwa wakaf boleh dilakukan untuk selama-lamanya atau dalam jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian wakaf.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: Dr. H. M. Arja Imroni, M.Ag.; Ahmad Furqon, Lc., MA. |
Uncontrolled Keywords: | Penarikan Wakaf |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.54 Zakat (Wakaf, Hibah, Infak, Sedekah, dll.) |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Agus Sopan Hadi |
Date Deposited: | 16 Dec 2014 09:23 |
Last Modified: | 16 Dec 2014 09:23 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3017 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year