Kerja sama yang terjadi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang adalah kerja sama antara juragan kapal dengan buruh mapak kapal yang dibawahi oleh pemilik jasa papakan. Jika kapal datang maka buruh akan bekerja untuk mengurusi keperluan kapal. Buruh bekerja dibawah komando pemilik jasa papakan kapal yang telah mempunyai relasi dengan juragan kapal. Perjanjian dilakukan antara pemilik jasa papakan dengan juragan kapal dengan memberikan cat atau basket dengan harga ± Rp. 2.000.000,- sebagai ikatan.

Upah buruh diberikan tidak berupa uang melainkan berupa ikan yang besarannya sesuai dengan hasil yang diperoleh kapal. Jika kapal memperoleh hasil banyak maka buruh akan mendapat upah banyak, jika kapal memperoleh hasil sedikit maka akan memperoleh upah sedikit dan jika kapal tidak memperoleh hasil maka buruh tidak memperoleh upah tetapi untuk kedatangan selanjutnya upahnya akan dilebihkan. Upah yang diberikan berdasarkan kebiasaan yang ada di TPI, namun demikian upah juga tergantung pada kebijakan juragan kapal. Fenomena yang terlihat adalah adanya ketidakjelasan besaran upah yang diterima oleh buruh. Melihat fenomena ini penulis tertarik untuk menelitinya yang mengacu pada pokok masalahnya sebagai berikut: bagaimana sistem pelaksanaan upah jasa mapak kapal di Tempat Pelelangan Ikan Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap sistem pelaksanaan upah jasa mapak kapal di Tempat Pelelangan Ikan Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang?.

Dalam penelitian ini, jenis penelitiannya adalah field research dan metode pengumpulan datanya adalah dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode diskriptif analisis.

Pada akhirnya hasil penelitian ini berkesimpulan, upah jasa mapak kapal berupa ikan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa Taasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Dalam pelaksanaan upah jasa mapak kapal ini rukun dan syarat ijarah telah dipenuhi, maka ijarah mapak kapal ini sah menurut hukum Islam. Adapun pembayarannya yang tidak jelas karena harus disesuaikan dengan perolehan kapal bukanlah hal yang menjadi masalah bagi kedua belah pihak. Walaupun nampaknya pembayaran upahnya mengandung unsur ketidakjelasan namun juragan sudah dapat mengukur berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena keterpaksaan. Dengan adanya prinsip kebersamaan dan keadilan inilah maka upah jasa mapak kapal ini telah sesuai dengan hukum Islam.