Problem kewenangan Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan hasil Pilkada (studi pemikiran Prof. Dr. Moh. Mahfud MD)

Albab, Muhammad Abid ulil (2014) Problem kewenangan Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan hasil Pilkada (studi pemikiran Prof. Dr. Moh. Mahfud MD). Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.

[thumbnail of 102211018_Coverdll.pdf]
Preview
Text
102211018_Coverdll.pdf - Accepted Version

Download (999kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bab1.pdf]
Preview
Text
102211018_Bab1.pdf - Accepted Version

Download (184kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bab2.pdf]
Preview
Text
102211018_Bab2.pdf - Accepted Version

Download (246kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bab3.pdf]
Preview
Text
102211018_Bab3.pdf - Accepted Version

Download (209kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bab4.pdf]
Preview
Text
102211018_Bab4.pdf - Accepted Version

Download (230kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bab5.pdf]
Preview
Text
102211018_Bab5.pdf - Accepted Version

Download (100kB) | Preview
[thumbnail of 102211018_Bibliografi.pdf]
Preview
Text
102211018_Bibliografi.pdf - Bibliography

Download (350kB) | Preview

Abstract

Semula pilkada masuk dalam rezim pemerintah otonomi daerah, sehingga penyelesaian sengketa pilkada berada pada kewenangan Mahkamah Agung. Namun kemudian para pembuat undang-undang memasukkan pilkada ke dalam rezim pemilu dan membentuk Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam Pasal 236C menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan tentang hasil pilkada dialihkan dan diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Ketika MA berwenang mengadili sengketa pilkada, demi menegakkan keadilan MA berani membuat putusan di luar ketentuan UU, dan Prof. Dr. Moh Mahfud MD menilai putusan MA tersebut justru bisa dipandang sebagai kemajuan dalam pembangunan hukum kita karena UUD memang mengamanahkan untuk menegakkan keadilan. Tetapi ketika kewenangan tersebut dialihkan ke MK, sebagai amanah UU No. 12 tahun 2008 Prof. Dr. Moh Mahfud MD yang saat itu menjabat sebagai Ketua MK menerimanya dengan menandatangani MoU tentang pengalihan wewenang memutus sengketa pilkada dari MA ke MK. Jauh sesudah itu, setelah Prof. Dr. Moh Mahfud MD tidak lagi menjabat sebagai Ketua MK, pada 19 Mei 2014 MK mengabulkan pengujian Pasal 236 C UU No. 12 Tahun 2008 terkait kewenangan MK memutus perselisihan tentang hasil pilkada, sebab MK menilai pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional). Oleh sebab itu, pada penelitian ini penulis mencoba mencari informasi dan mencoba memahami kewenangan MK dalam memutus perselisihan tentang hasil pilkada menurut pemikiran Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, dan juga menurut perspektif hukum Islam untuk kemudian memadukan dengan konsep-konsep yang digunakan. Sebab, dalam perspektif hukum Islam ketika terjadi pemilihan kepala daerah yang kemudian menimbulkan perselisihan tentang siapa calon pemimpin yang sah dan lebih berhak menerima bai’at, maka harus dibuktikan melalui pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti. Untuk itu, maka harus diketahui terlebih dahulu tentang siapa pihak yang paling berwenang untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Item Type: Thesis (Undergraduate (S1))
Additional Information: Pembimbing: Drs. H. Nur. Syamsudin, M. A.; DR. Tolkhatul Khoir, M. Ag.
Uncontrolled Keywords: Mahkamah Konstitusi; Perselisihan hasil Pilkada
Subjects: 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.27 Islam and social sciences > 297.272 Islam and politics, fundamentalism
300 Social sciences > 320 Political science (Politics and government) > 324 The political process
300 Social sciences > 340 Law > 349 Law of specific jurisdictions and areas
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam
Depositing User: Nur yadi
Date Deposited: 30 Mar 2015 08:56
Last Modified: 30 Mar 2015 08:56
URI: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3817

Actions (login required)

View Item
View Item

Downloads

Downloads per month over past year

View more statistics