Kewenangan Hakamain dalam perkara syiqaq (studi perbandingan pendapat Imam Malik dan Imam Al Syafi’i)
Masitoh, Dewi (2016) Kewenangan Hakamain dalam perkara syiqaq (studi perbandingan pendapat Imam Malik dan Imam Al Syafi’i). Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo.
122111146.pdf - Accepted Version
Download (2MB) | Preview
Abstract
dPersoalan hakamain menjadi perdebatan ulama mengenai
kewenangannya dalam menyelesikan perkara syiqaq. Hal ini karena
pemahaman teks Alquran yang berbeda, sehingga pentakwilannya pun
berbeda paham. Selain itu, Hadis yang menjelaskan tentang
kewenangan hakamain pun tidak secara tersurat menjelaskan. Imam
Malik dan Imam Al Syafi’i dalam hal ini termasuk mazhab yang
berada dalam pusara perbedaan tersebut. Oleh karena itu, penulis
tertarik membahas pendapat kedua imam tersebut untuk penulis
sajikan dalam bentuk skripsi. Tidak hanya memaparkan kedua
pendapat Imam tersebut, akan tetapi penulis juga menyajikan faktor
perbedaaan pendapat kedua Imam tersebut.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan paradigma normatif. Sumber
data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Dalam penelitian
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan teknik
dokumentasi. Setelah mendapatkan data yang diperlukan, maka data
tersebut penulis analisis dengan metode analisis deskriptif-komparatif.
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana
komparatif pendapat Imam Malik dan Imam Al Syafi’i mengenai
kewenangan hakamain dalam menyelesaikan perkara syiqaq?. 2.
Bagaimana relevansi pendapat kedua imam tersebut mengenai
kewenangan hakamain dalam menyelesaikan perkara syiqaq yang
diterapkan di Pengadilan Agama di Indonesia?
Dari hasil penelitian, dapat penulis simpulkan bahwa
kewenangan hakamain dalam menyelesaikan perkara syiqaq ini
menurut Imam Malik adalah hakam tersebut mempunyai kewenangan
penuh atas apa yang menjadi tanggung jawabnya, ia boleh
memberikan putusan sesuai kondisi hubungan suami istri yang sedang
berselisih tersebut, apakah hakam itu akan memberi keputusan cerai
atau memerintahkan agar keduanya berdamai kembali. Sedangkan
menurut Imam Al Syafi’i adalah kewenangan hakamain dalam
menyelasaikan perkara syiqaq ini tidak boleh serta merta menjatuhkan
talak pada istri sebelum mendapat persetujuan pihak suami, begitu pula hakam dari pihak istri tidak boleh mengadakan khulu’ sebelum
mendapatkan persetujuan pihak istri.
Jika dilihat dari prosedur penyelesaian perkara syiqaq, maka
keputusan yang diambil ini mengikuti prosedur pendapat Imam Malik.
Akan tetapi pendapat Imam Al Syafi’i pun relevan digunakan dalam
Pengadilan Agama di Indonesia, bahwa beliau telah menyebutkan
hakamain tersebut harus memiliki beberapa kriteria. Namun untuk
jumlah hakam tidak mengikuti pendapat kedua imam tersebut, karena
dalam Pengadilan Agama jumlah hakam tidak disyaratkan dua orang.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Additional Information: | Pembimbing: Drs. H. Slamet Hambali, M. Ag.; Yunita Dewi Septiana, S. Ag., MA. |
Uncontrolled Keywords: | Hakamain (perwakilan); Syiqaq (perselisihan); Suami/istri; Mediasi |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Nur Rohmah |
Date Deposited: | 23 Sep 2016 00:28 |
Last Modified: | 23 Sep 2016 00:28 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/5793 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year