Penggelapan adalah memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Salah satu contoh yaitu putusan pengadilan Negeri No.459/Pid.B/2011/PN.Smg tentang Penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa Tulus Pribadi bin Soewardji. Terdakwa sebagai sales UD Tegal Jaya Putri telah menggelapkan uang penagihan para pelanggan sebesar Rp. 44.212.000 untuk kepentingan diri sendiri. Atas perbuatan terdakwa, terdakwa melanggar pasal 374 KUHP dan Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1(satu) tahun. Proses persidangan ini, berlangsung selama 5 kali sidang.
Berdasarkan uraian diatas, permasalahannya adalah analisis Hukum Formil, Matriil dan Hukum Pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri Semarang No. 459/Pid.B/2011/PN.Smg.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan dengan metode pengumpulan data dokumentasi. Sebagai data primer adalah putusan Pengadilan Negeri Semarang No.459/Pid.B/2011/PN.Smg dan data sekunder yaitu, literatur yang digunakan dalam menjelaskan tentang pokok permasalahan. Sedangkan metode analisis data menggunakan deskriptif analisis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila memperhatikan pasal yang diterapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Semarang maka dapat dikatakan sudah sesuai dengan aturan. Jika dilihat dari hukuman yang dijatuhkan maka, menurut penulis dapat dikatakan tidak sesuai dengan KUHP. Dikatakan tidak sesuai karena hukumannya terlalu ringan. Padahal terdakwa melanggar pasal 374 KUHP dengan ancaman pidana yaitu pidana penjara paling 5 (lima) tahun, apabila hakim menjatuhkan pidana 1 (satu) tahun sangat ringan, karena pasal 374 KUHP termasuk penggelapan yang diperberat. Putusan pemidanaan terdakwa, dengan 5 (lima) kali sidang, sudah sesuai dengan prosedur-prosedur yang telah diatur di dalam Acara Pemeriksaan biasa di persidangan, yaitu Pasal 152 sampai dengan pasal 182 KUHAP. Pembuktian di persidangan menggunakan alat bukti yaitu saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti berupa faktur. Pembuktian ini benar menurut pasal 183 KUHAP yaitu Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam tindak pidana penggelapan yang dilakukan terdakwa termasuk jarimah ta’zir hal ini dikarenakan jarimah penggelapan yang dilakukan terdakwa tidak termasuk jarimah hudud maupun jarimah qishas-diyat. Oleh karena itu, hukuman terdakwa diberikan kepada Hakim untuk memilih hukuman-hukuman mana yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Diantara hukuman ta’zir yaitu hukuman mati, jilid, penjara pengasingan, denda, perampasan harta, dan penghancuran barang.