Studi komparatif pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i tentang hukuman had syurb khamr
Farih, Mifta (2018) Studi komparatif pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i tentang hukuman had syurb khamr. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo Semarang.
132211023.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (3MB) | Preview
Abstract
Salah satu persoalan dalam hukum Islam yang selalu hangat adalah masalah khamr, Khamr merupakan salah satu jenis makanam/minuman yang diharamkan oleh Islam. Padahal khamr sudah dianggap sebagai kebutuhan primer bagi sebagian kelompok dan golongan (tidak terkecuali kaum Quraisy di Mekah). Mereka biasa menggandengkan perbuatan tersebut dengan berjudi dan main perempuan. Ini merupakan salah satu penyebab rusaknya moral masyarakat dan secara tidak langsung berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia. khamr merupakan cairan yang dihasilkan dari peragian buah-buahan dan mengubah saripatinya menjadi alkohol dengan menggunakan enzim yang mempunyai kemampuan untuk memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah malalui proses tertentu. Saripatinya itulah yang mengandung unsur memabukkan. Keharaman khamr merupakan ketentuan yang qat'iy. Minuman sejenis ini dinamakan dengan khamr karena merusak daya tangkap akal, namun di kalangan ulama' terdapat perbedaan pendapat tentang minuman nabiz ,begitu juga tentang hukuman peminum khamr.
Dari uraian di atas, terdapat dua rumusan masalah, yaitu Bagaimana pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi’i tentang konsep hukuman had syurb al-khamr dan Bagaimana istinbat Imam Abu Hanifah dan Imam As-Syafi’i tentang hukuman had syurb al-khamr, Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian library research(penelitian kepustakaan).Selanjutnya secara khusus penelitian ini akan mengkaji pemikiran hukuman had syurb khamr kedua tokoh ini melalui metode komperatif.
Pemikiran Imam Abu Hanifah tentang hukuman had syurb khamr yaitu delapanpuluh kali cambukan, Sedangkan Imam Syafi’i hukuman had syurb khamr, yaitu empatpuluh kali dera tetapi ia kemudian menambahkan bahwa Imam boleh menambah menjadi delapan puluh kali dera. Jadi empat puluh kali dera adalah hukuman had,sedangkan sisanya adalah hukuman ta’zir. Perbedaan pandangan kedua tokoh di atas, didasarkan pada perbedaan dalam memahami konsep khamr yang terdapat dalam metode ijtihad mereka.
Metode ijtihad yang dilakukan Abu Hanifah frekuensi penggunaan akalnya lebih banyak. Ia banyak menggunakan ijtihid bi al-ra'yi, akal lebih dipentingkan dalam proses pengambilan hukum dari pada hadis. Pengikut Abu Hanifah menambahkan istihsan sebagai standar dalam istimbat al-hukm Terkait hukuman had syurb khamr, Imam Abu Hanifah beristinbath berdasarkan qiyas. Menurutnya orang yang meminum khamr akan di hukum 80 kali cambukan. Sedangkan Imam Syafi’i beristinbath terkait hukuman had syurb khamr menggunakan dasar hadis. Menurut Imam Syafi’i jika suatu permasalahan sudah di temukan dalam hadis, maka Imam Syafi’i tidak menggunakan metode istinbath yang lain.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hukum pidana Islam; Hukuman had; Syurb khamr; Minuman keras |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.2 Islam Doctrinal Theology, Aqaid and Kalam > 297.27 Islam and social sciences > 297.272 Islam and politics, fundamentalism |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74231 - Hukum Pidana Islam |
Depositing User: | Muhammad Khozin |
Date Deposited: | 13 Mar 2019 10:04 |
Last Modified: | 13 Mar 2019 10:04 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/9161 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year