Analisis pendapat Imam Syafi’i tentang iddah bagi istri yang suaminya mafqud
Birohmatillah, Iqbal (2019) Analisis pendapat Imam Syafi’i tentang iddah bagi istri yang suaminya mafqud. Undergraduate (S1) thesis, UIN Walisongo Semarang.
FULL SKRIPSI.pdf - Accepted Version
Available under License Creative Commons Attribution Non-commercial No Derivatives.
Download (3MB) | Preview
Abstract
Suami yang mafqud yaitu seorang suami yang hilang dari keluarganya tanpa diketahui tempat tinggalnya dan kabar mengenai hidup atau matinya. Jika terjadi suami hilang (mafqud), maka terdapat perbedaan pendapat mengenai boleh atau tidaknya istri meminta fasakh nikah dan melaksanakan iddah untuk dapat menikah lagi dengan laki-laki lain. Persoalan mafqudnya suami merupakan persolan yang sulit sekaligus rumit, karena tentunya dengan ketiadaan atau hilangnya dapat menyebabkan kesengsaraan terhadap orang-orang yang ditinggalkan yang menjadi tanggungjawabnya,serta hubungan-hubungan keperdataannyalain. Oleh karenanya persoalan suami yang mafqudini, harus cepat dicari solusi dan jalan keluarnya. Dalam persoalan mafqudnya suami, para mujtahid masing-masing memiliki pandangan yang berbeda. Imam Syafi’I dalam kitabnya Al-Umm mengatakan bahwa Istri tidak di perbolehkan menikah dan iddah sebelum ada keyakinan dari diri istri tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas, pokok masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah bagaimana pendapat Imam Syafi’I tentang iddah bagi istri yang suaminya mafqud serta metode istinbathnya, kemudian keterkaitan pendapat Imam Syafi’I dengan kompilasi hukum islam (KHI).
Untuk menjawab permasalahan tersebut perlu dilakukan sebuah penelitian, sedangkan metode yang digunakan oleh penulis yaitu dengan library research dengan pendekatan kualitatif. Data primer yang digunakan adalah kitab al-Umm, sedangkan data sekunder adalah semua bahan informasi yang berkaitan pokok bahasan dalam skripsi ini. Data-data yang terkumpul disusun dan disistematisir dan selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif analisis.
Berdasarkan hasil analisis, penulis menyimpulkan bahwa pendapat Imam Syafi’I terkait suami yang mafqud memiliki dua pendapat yang berbeda antara pendapatnya dalam qaul qadim dan qaul jaddid. Adapun dalam qaul qadimnya beliau berpendapat bahwa istri harus menunggu dengan penentuan masa tunggu empat tahun dan iddah, sedangkan dalam qaul jaddidnya beliau berpendapat bahwa istri yang suaminya mafqud tidak diperkenankan menjalani iddah selagi belum ada kejelasan dan keyakinan akan kematianya maupun talaknya. Sehingga sangat bisa dipahami bahwa tidak ada masa tunggu dan iddah khusus bagi istri. Yang ada hanya iddah wafat ketika ia tahu atau yakin akan kematian suaminya yang mafqud. Adapun faktor penyebab perbedaan tersebut adalah sumber hukum yang digunakan serta metode istinbath yang berbeda di antara keduanya terkait mafqud. Sedangkan jika disandingkan dengan hukum positif Indonesia (KHI), maka pendapat Imam Syafi’I dalam qaul jaddinya lebih keterkaitan dibanding pendapat Imam Syafi’I dalam qaul qadimnya.
Item Type: | Thesis (Undergraduate (S1)) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Iddah; Mafqud; Khiyar |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.57 Religious experience, life, practice > 297.577 Marriage and family life |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > 74230 - Hukum Keluarga Islam (Ahwal al-Syakhsiyyah) |
Depositing User: | Muhammad Khozin |
Date Deposited: | 13 Jun 2019 07:46 |
Last Modified: | 13 Jun 2019 07:46 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/9675 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year