Fiqh Imām Syāfi`ī dalam Perspektif Gender (Studi Analisis Tentang Kesaksian Wanita dalam Nikah dan Melihat Hilāl)
Royyani, Muh. Arif (2010) Fiqh Imām Syāfi`ī dalam Perspektif Gender (Studi Analisis Tentang Kesaksian Wanita dalam Nikah dan Melihat Hilāl). Masters thesis, IAIN Walisongo.
Royyani_Tesis_Sinopsis.pdf - Submitted Version
Download (273kB) | Preview
Royyani_Tesis_Bab1.pdf - Submitted Version
Download (128kB) | Preview
Royyani_Tesis_Bab2.pdf - Submitted Version
Download (168kB) | Preview
Royyani_Tesis_Bab5.pdf - Submitted Version
Download (67kB) | Preview
Royyani_Tesis_Bibliografi.pdf - Bibliography
Download (38kB) | Preview
Abstract
Persoalan yang sampai kini masih pelik dan mengundang kontroversi adalah mengenai kedudukan perempuan dalam fiqh peradilan. Salah satu persoalan dalam fiqh peradilan adalah mengenai kesaksian perempuan. Berbicara mengenai kesaksian perempuan dalam ranah fiqh, sebetulnya sudah disinggung baik dalam fiqh klasik maupun fiqh kontemporer, yang mana fiqh merupakan produk hukum dalam Islam.
Dalam Islam, antara laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kapasitas untuk memberikan kesaksian. Namun, Ima>m Sya>fi’i> di dalam al-Umm tidak memperbolehkan perempuan untuk menjadi saksi dalam persoalan tertentu yang membutuhkan kesaksian. Salah satu wilayah yang tidak membolehkan perempuan menjadi saksi adalah wilayah nikah dan hila>l.
Pandangan Ima>m Sya>fi’i>> di dalam al-Umm, dalam beberapa permasalahan, memperlihatkan adanya kecenderungan yang sangat kuat terhadap perspektif patriarkhi. Di dalam beberapa bab dalam al-Umm, laki-laki digambarkan sebagai makhluk yang berada di atas perempuan. Artinya, laki-laki menempati posisi yang lebih tinggi dari perempuan. Sehingga, di sini ada semacam perspektif superioritas bagi laki-laki.
Di dalam tesis ini penulis menganalisa pendapat Ima>m Sya>fi’i> dengan menggunakan analisis gender. Selain itu, juga memaparkan persoalan kesaksian perempuan dalam fiqh Ima>m Sya>fi’i> dalam nikah dan melihat hila>l yang disinyalir sebagai salah satu bentuk perbedaan dan subordinas}i terhadap perempuan. Sejauh mana perempuan memiliki peranan dalam memberikan kesaksian.
Bagi Ima>m Sya>fi’i> syarat-syarat menjadi saksi adalah berakal, dewasa, laki-laki (z|uku>rah), mampu mendengarkan pembicaraan dua orang yang melakukan akad dan beragama Islam. Di antara syarat-syarat saksi yang menjadi kontroversi adalah z|uku>rah, artinya, seorang saksi baik dalam nikah maupun melihat hila>l diharuskan berjenis kelamin laki-laki. Dengan kata lain, perempuan tidak diperbolehkan menjadi saksi dalam pernikahan dan melihat hila>l.
Namun demikian, perlu dicatat juga bahwa pada masa Ima>m Sya>fi’i>> perempuan masih terbelakang dalam hal pendidikan, sebagai akibat dari kondisi sosial pada saat itu yang tidak memberi peluang bagi perempuan untuk belajar sebagaimana laki-laki. Perempuan pada masa itu hanya hidup di dalam rumah dan tidak pernah melihat dunia luar. Keadaan ini jelas sangat berbeda dengan masa sekarang ini. Realitas yang demikian itu tentu saja menjadi salah satu pertimbangan Ima>m Sya>fi’i>> ketika menulis al-Umm, yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan di dalam memformulasikan pandangan-pandangannya.
Dalam tesis ini penulis menemukan corak pemikiran Ima>m Sya>fi’i> yang moderat dan kontekstual dalam melihat suatu permasalahan, sehingga produk hukum Ima>m Sya>fi’i> tentang kesaksian wanita dalam nikah dan hila>l tidak mencerminkan adanya bias gender.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Kesaksian Wanita; Saksi Nikah; Melihat Hilal; Woman Witness |
Subjects: | 200 Religion (Class here Comparative religion) > 290 Other religions > 297 Islam and religions originating in it > 297.5 Islamic ethics, practice > 297.56 Specific moral issues |
Divisions: | Program Pascasarjana > Program Master (S2) |
Depositing User: | Miswan Miswan |
Date Deposited: | 30 Sep 2013 06:43 |
Last Modified: | 30 Sep 2013 06:43 |
URI: | https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/98 |
Actions (login required)
Downloads
Downloads per month over past year