Indonesia adalah negara yang memiliki keberagamaan suku, budaya, ras, dan agama, serta memiliki wilayah yang dihuni oleh lebih dari satu suku, budaya, ras, dan agama. Salah satunya adalah wilayah kecamatan Way Panji, Lampung Selatan. Wilayah ini dihuni oleh berbagai macam suku, budaya, ras, dan agama. Akan tetapi, masih sedikit dari mereka yang memahami moderasi beragama. Hal tersebut ditunjukan dengan konflik besar yang pernah terjadi pada tahun 2012 yang melibatkan suku Lampung dan suku Bali yang berdomisili di kecamatan Way Panji. Selain itu, masih ada kelompok kecil yang beragama secara berlebihan yang dapat meresahkan masyarakat yang masih awam dalam beragama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi Guru Pendidikan Agama tentang moderasi beragama pada masyarakat multikultural di Way Panji. Penelitian ini penting untuk dilaukan, karena Way Panji adalah kecamatan yang pernah mengalami konflik besar yang bernuansa sosial dan melibatkan kesukuan juga keagamaan. Konflik ini bermula dari pemuda yang tidak sengaja menabrak pemudi yang berujung menjadi isu pelecehan, sehingga tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Maka dari itu, pemahamanan akan moderasi beragama sangat penting untuk mencegah terulangnya konflik dan untuk menjaga kesatuan juga persatuan masyarakat Way Panji. Jenis penelitian ini kualitatif lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan penggalian data kepada informan yang dianggap dapat memberikan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru pendidikan Agama telah mengetahui tentang konsep moderasi beragama dan telah mengimplementasikan moderasi beragama dalam berbagai kegiatan, seperti mengadakan kumpulan dengan masyarakat dari berbagai suku, budaya, ras, dan agama guna membentuk masyarakat kecamatan Way Panji memiliki rasa toleransi yang lebih bagus dari sebelumnya. Guru Pendidikan Agama yang ada di Way Panji memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang moderasi beragama dan praktiknya. Dalam hal ini, guru Pendidikan Agama Islam berbeda persepsi mengenai kebolehan mengucapkan selamat hari raya untuk umat lain dan mengenai penjagaan rumah ibadah agama lain, karena menurut sebagian dari mereka hal itu berkaitan dengan masalah ibadah. Di sisi lain, guru Pendidikan Agama Kristen dan Hindu menyetujui tentang penerapan dua hal tersebut. Mereka juga memahami alasan tidak dirayakannya hari besar agama mereka di lingkungan sekolah karena golongan mereka adalah golongan minoritas. Namun demikian, baik guru Pendidikan Agama Islam, Kristen, dan Hindu sepakat mengenai adanya moderasi beragama lengkap dengan praktiknya di Way Panji, karena hal itu dapat meningkatkan toleransi di antara mereka.