Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bagaimana perspektif manajemen dakwah dalam pelaksanaan akad rahn di Pegadaian Syariah Cabang Kaligarang Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara dengan Pegadaian Syariah Cabang Kaligarang Semarang. Observasi dilakukan untuk mengamati hal yang berkaitan dengan Pegadaian Syariah dan dokumentasi foto subyek selama mengikuti serta mengamati kegiatan Pegadaian Syariah Cabang Kaligarang Semarang. Adapun metode analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif, untuk memaparkan tentang bagaimana pelaksanaan akad rahn dalam layanan gadai di pegadaian syariah cabang Kaligarang Semarang.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam praktik pembiayaan Rahn,Pegadaian Syariah cabang Kaligarang Semarang tidak sepenuhnya berseberangan dengan konsep dasar pembiayaan Rahn yang ditetapkan oleh DSN-MUI (Dewan Nasional Syariah-Majelis Ulama Indonesia). Dalam transaksinya terdapat beberapa aspek yang telah memenuhi fatwa DSN-MUI dan dapat dijadikan contoh bagi lembaga keuangan syariah lain yang belum memenuhinya. Gadai syariah (rahn) adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya administrasi dan biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang gadai (agunan). Pelaksanaan gadai syariah merupakan upaya untuk menampung keinginan masyarakat khususnya umat Islam yang menginginkan transaksi secara syariat Islam. Perlindungan bagi para pihak dalam melaksnakan gadai syariah dilihat dari ketentuan fatwa Dewan Nasional Syariah (DSN) Majelis Ulama (MUI) No. 25/DSN/MUI/III/2002 tentang rahn, yang antara lain megatur hal berikut: 1). Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang gadai) sampai semua utang rahin (orang yang menyerahkan barang) di lunasi marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan manfaatnya. 2). Apabila jatuh tempo, murtahin harus mengingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya. Apabila rahin tetap tidak melunasinya, maka marhun dijual/ dieksekusi. 3). Selain hal tersebut akad transaksi di Pegadaian Syariah harus sesuai dengan syariat Islam, seperti akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang digadaikan tersebut. Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan nilai pinjaman, 4). Marhun harus memiliki nilai, milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya. Rahn di Pegadaian Syariah adalah salah satu produk yang pelaksanaannya menggunakan prinsip syariah yang dapat menjauhkan umat Islam dari praktek riba yaitu pinjaman dengan bunga. Dengan mengajak nasabah bertransaksi syariah adalah bagian dari dakwah karena mengajak manusia kepada kebaikan dan menjauhi yang hal yang bathil (tidak baik).